Pilih yang Ada Gambarnya atau Kolom Kosong?

Sumber Gambar: rakyatku.com

Perhelatan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota saat ini, benar-benar menyita perhatian banyak kalangan. Betapa tidak, dari 171 daerah yang akan menggelar pemilihan secara langsung, fenomena kolom kosong mengalami peningkatan drastis. Terdapat 16 daerah sudah dipastikan paslon kepala daerahnya masing-masing hanya akan berkontestasi bersama dengan kolom kosong.
Dan diantara 16 daerah tersebut, termasuk 3 diantaranya terjadi pula di Sulawesi Selatan, yaitu Pemilihan Wali Kota Makassar, Pemilihan Bupati Kabupaten Bone, dan Pemilihan Bupati Kabupaten Enrekang.

Dengan berpedoman pada prinsip keterbukaan pelaksanaan pemilihan, kiranya menjadi penting untuk diterangkan kepada publik perihal prinsip legalitas kolom kosong.  Pemungutan suara yang sedianya jatuh pada 27 Juni 2018, sedari awal setiap pemilih harus diberikan pemahaman mengenai aspek hukum yang melingkupi paslon tunggal yang berhadapan dengan kolom kosong, agar supaya pemilih mendapat informasi secara jelas di tahap pemungutan suara.

Prinsip Legalitas

Pada hakikatnya esensi kolom kosong itu sebagai salah satu corak pemilihan, legal atau sah dalam pengisian jabatan pemerintah daerah. Pasca Putusan MK Nomor: 100/PUU-XII/2015, keabsahan paslon tunggal untuk tetap mengikuti pemilihan langsung dengan syarat melawan kolom kosong menemui titik terang. Sebelumnya berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 paslon tunggal tidak mendapatkan tempat.

Perubahan Undang-undang Pemilihan kemudian dengan melalui Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016, dapat dikatakan bahwa legalitas kolom kosong sebagai lawan dari paslon tunggal semakin jelas (Lihat: Pasal 54 C).
Secara normatif tekstual diatur mengenai dua syarat terjadinya pemilihan secara langsung terhadap paslon tunggal melawan kolom kosong. Syarat-syarat tersebut meliputi: Pertama, dalam pendaftaran bakal paslon hanya terdapat satu paslon yang memenuhi syarat administratif, sehingga jalan terakhirnya satu paslon itu diformulasikan melawan kolom kosong. Keadaan ini, pun tidak secara langsung diputuskan oleh penyelenggara pemilihan, dengan penetapan satu pasangan calon saja. Penyelenggara membuka kembali pendaftaran calon selama 3 hari terhitung dari penundaan pendaftaran selama 10 hari. Jika tidak ada yang mendaftar atau ada mendaftar tetapi tidak memenuhi syarat administratif lagi, maka pada saat itulah diterbitkan penetapan satu paslon saja.

Kedua, hanya ada dua paslon yang sudah ditetapkan oleh penyelenggara, namun kemudian satu dari dua paslon itu terbukti melakukan pelanggaran administrasi, sehingga dibatalkan sebagai paslon oleh penyelenggara pemilihan (KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota). Undang-undang Pemilihan an sich mengatur mengenai dapat dibatalkannya paslon karena melakukan pelanggaran administrasi diantaranya: (i) Petahana terbukti melakukan penggantian pejabat dan penyalahgunaan kebijakan/program; (ii) Terbukti melakukan suap kepada pemilih secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM); (iii) Terbukti menerima sumbangan yang tidak dibolehkan atau dilarang (seperti menerima sumbangan dana asing, sumbangan dari penyumbang yang identitasnya tidak jelas, sumbangan dari pemerintah daerah, sumbangan dari BUMN, BUMDaerah, dan BUMNDesa).

Dua syarat terjadinya pemilihan dimana paslon tunggal hanya melawan kolom kosong sebagaimana yang dikemukakan di atas, sudah cukup menjadi gambaran kepada kita semua sebagaimana yang terjadi di Kota Makassar, Kabupaten Bone dan Kabupaten Enrekang. Apa yang terjadi di Kota Makassar terkualifikasi pada syarat yang kedua, Danny-Indira dibatalkan sebagai paslon karena terbukti sebagai petahana yang melakukan penyalahgunaan kebijakan/program. Sementara yang terjadi di Kabupaten Bone dan Kabupaten Enrekang, terkualifikasi dalam syarat pertama. Sedari awal hanya satu bakal paslon yang memenuhi syarat administratif untuk kemudian ditetapkan sebagai paslon

Dalam konteks itu pula, sebenarnya sudah memberikan pemahaman kepada kita semua, bahwa memilih salah satu diantaranya kolom kosong atau paslon tunggal (yang ada gambarnya) kedua-duanya memenuhi prinsip legalitas pemilihan dengan segala implikasi hukumnya bagi paslon tunggal tersebut. Jika paslon pada akhirnya mendapatkan suara 50 persen plus satu maka paslon bersangkutan ditetapkan sebagai paslon terpilih. Syarat 50 persen plus satu ini sebenarnya tidak begitu penting, karena hanya ada dua pilihan dalam kontestasi. Dengan menggunakan syarat paslon cukup memperoleh suara terbanyak tetap paslon dapat dinyatakan memenangi kontestasi.
Bagaimana kalau yang terjadi sebaliknya? Kolom kosong yang lebih banyak dipilih. Praktis, paslon tunggal sudah harus dinyatakan kalah. Implikasi hukumnya, didaerah tersebut akan diselenggarakan lagi pemilihan di periode berikutnya sebagaimana jadwal yang telah ditetapkan dalam undang-undang, yaitu di tahun 2020 harus diadakan kembali pemilihan. Perlu pula diketahui bahwa paslon tunggal yang kalah, pun pada periode Pilkada berikutnya masih memiliki kesempatan untuk mendaftar sebagai calon (Lihat: Pasal 54 D ayat 2 UU No. 10/2016).

Pencoretan

Satu dan lain hal, pandangan yang kemarin sempat mewarnai lini media massa, bahwa memilih kolom kosong, akan dinyatakan suara demikian tidak sah. Pendapat demikian, pada sesungguhnya tidak berdasar dan keliru secara hukum.
Harus dibedakan antara pembatalan dengan pencoretan calon. Pembatalan bisa berimplikasi pada pemilihan paslon tunggal melawan kolom kosong. Sedangkan pencoretan paslon berimplikasi pada kontestasi tetap menyediakan dua paslon, hanya saja terdapat satu paslon yang tidak layak untuk dipilih (Lihat: Pasal 33 PKPU No. 8/2018).

Kepada penyelenggara harus mengumumkan bahwa satu dari paslon bersangkutan sudah dicoret sebagai peserta pemilihan, sebab yang bersangkutan berhalangan tetap (misalnya meninggal dunia atau tidak dapat melaksanakan tugas secara permanen) di batas setelah 30 hari minus “H.”
Paslon tunggal melawan kolom kosong secara alternatif terjadi, karena syarat administratif tidak terpenuhi atau karena terjadi pelanggaran administratif. Memilih kolom kosong adalah sah adanya, sedangkan memilih paslon yang sudah dicoret sebagai peserta adalah sama saja dengan suara yang tidak sah. Anda mau memilih paslon tunggal atau kolom kosongnya, itu hak anda sebagai pemilih. Yang pasti memilih kolom kosong, bukan tindak pidana. Selamat memilih.

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...