Kaisaruddin Kamaruddin: “Belum Status Tersangka, Perlukah Didampingi Kuasa Hukum”

Kaisaruddin Kamaruddin: Praktisi Hukum Makassar

Ini bukan judul lagu seperti lagunya Peterpan. Tapi Pertanyaan yang muncul dari suatu peristiwa yang menurut saya agak aneh.

Agak sulit membahasakan bagaimana ekspresi saya ketika menerima telpon dari seseorang yang mendapat panggilan Polisi. Dia menyampaikan kepada saya bahwa baru saja mendapat telpon dari “Bapak Polisi” yang menyampaikan agar “TIDAK PERLU DIDAMPINGI PENASIHAT HUKUM, karena STATUSNYA BUKAN TERSANGKA/BELUM TERSANGKA”

Menurut Saya, apa yang dilakukan oleh oknum petugas tersebut adalah suatu “kemunduran” cara berpikir. Bukankah dengan kehadiran Penasihat hukum mendampingi terperiksa dapat membantu kelancaran Pemeriksaan, dan bukan sebaliknya.

Harapan saya semoga oknum pemeriksa tersebut tidak beranggapan bahwa kehadiran Penasihat Hukum hanya mempersulit proses pemeriksaan. Sebab jika demikian, maka ini adalah cara pandang yang keliru.

Biasanya hanya masyarakat awam yang seringkali memandang sinis terhadap profesi advokat, karena dianggap pekerjaannya hanya membela kliennya yang bersalah dijadikan tidak bersalah. TERNYATA di Kepolisianpun masih saja ada “Oknum” yang menyarankan kepada orang yang tersangkut persoalan hukum untuk TIDAK DIDAMPINGI PENASIHAT HUKUM.

Barangkali situasi dan pandangannya itu berbeda jika suatu saat “oknum yang menyarankan itu” terkena masalah hukum apalagi menjadi tersangka. Karena pada saat itulah dia bisa menyadari dan merasakan betapa pentingnya fungsi dan kedudukan advokat untuk mendampinginya membela hak-hak hukumnya.

Menurut salah seorang advokat senior Dr. Juniver Girsang (2014) bahwa ungkapan sinis yang paling sering terdengar terkait dengan profesi advokat adalah “SUDAH TAU TERDAKWA BERSALAH, MASIH JUGA DIBELA ADVOKAT” atau sindiran lainnya “SUDAH TAU TERDAKWA KORUPSI, MASIH JUGA ADA ADVOKAT YANG MEMBELA” atau yang lebih ekstrim lagi “ADVOKAT YANG MEMBELA KORUPTOR ADALAH KORUPTOR” dan berbagai ungkapan lainnya yang pada intinya memperlihatkan KETIDAKMENGERTIANNYA AKAN PERAN DAN FUNGSI ADVOKAT, kususnya dalam PERADILAN PIDANA.

Sejak diundangkannya UU NO.18 Tahun 2003 tentang Advokat, KEDUDUKAN ADVOKAT itu SETARA DENGAN PENEGAK HUKUM YANG LAIN SEPERTI POLISI, JAKSA, KPK dan HAKIM yakni SAMA-SAMA “PENEGAK HUKUM” dan sama-sama mencari dan menemukan kebenaran materiil.

Pada tulisan saya terdahulu, telah saya kemukakan Pandangan P.M. TRAPMAN tentang Posisi dan Pandangan Jaksa, Hakim, Penasihat Hukum (Advokat) dan Terdakwa, bahwa :

  1. HAKIM sebagai “Een objectieve beoordeling van een objectieve positie” (sebuah penilaian objektif dari sebuah posisi objektif);
  2. JAKSA penuntut umum, dikatakannya: “Een subjectieve beoordeling van een objectieve positie” (sebuah penilaian subjektif dari sebuah posisi objektif);
  3. PENASIHAT HUKUM terdakwa (advokat) memiliki posisi yang disebutnya: “Een objectieve beoordeling van een subjectieve positie” (sebuah penilaian objektif dari sebuah posisi subjektif);
  4. TERDAKWA yang memiliki: “Een subjectieve beoordeling van een subjectieve positie” (sebuah penilaian subjektif dari sebuah posisi subjektif).

Saya tambahkan bahwa PEYELIDIK/PENYIDIK Posisi dan pandangannya sama dengan Jaksa.

Namun demikian, Trapman lebih lanjut mengatakan bahwa MESKIPUN POSISI DAN PENDIRIAN atau PANDANGAN berbeda, tetapi mempunyai FUNGSI YANG SAMA karena masing-masing pihak berusaha untuk:

  1. Mencari kebenaran dengan menyelidiki secara jujur fakta-fakta perbuatan, maksud dan akibatnya;
  2. Menilai apakah fakta-fakta perbuatan itu memenuhi unsur pidana untuk dapat dipermasalahkan;
  3. Menilai hukuman apakah yang seadil-adilnya dapat dijalankan.
    (Wawan Tunggal Alam, 2004).

Dengan demikian Advokat mempunyai tujuan yang sama dengan Polisi, Jaksa dan Hakim yakni MENEGAKKAN HUKUM DAN KEADILAN.

Penyidik tidak perlu alergi menerima kehadiran Penasihat Hukum, karena kehadiran Penasihat hukum membantu Penegak hukum lainnya dalam menemukan kebenaran materiil. Justru dengan penolakan kehadiran advokat mendampingi terperiksa dapat menimbulkan pertanyaan “ADA APA DENGANMU ?”

Memang juga harus diakui bahwa KUHAP tidak secara tegas mengatur mengenai kehadiran Penasihat hukum mendampingi terperiksa yang bukan tersangka termasuk saksi, sehingga saksi ataupun orang yang belum menjadi tersangka TIDAK WAJIB didampingi Advokat. Alasan inilah yang digunakan oleh pihak penyelidik atau penyidik untuk menolak kehadiran advokat untuk mendampingi seorang yang belum berstatus tersangka. Padahal kehadiran advokat mendampingi seseorang yang diperiksa oleh penyidik akan menghapus image atau paradigma lama dalam proses pemeriksaan, dimana terdapat oknum penyidik yang seringkali memburu pengakuan dengan cara intimidasi psikologis yang kemudian dituangkan dalam BAP. Kehadiran Advokat mendampingi terperiksa tidak bertentangan dengan undang-undang.

Pendampingan advokat terhadap seseorang yang diperiksa di kepolisian, disamping mencegah dan meminimalisir terjadinya penyimpangan dalam proses pemeriksaan, juga mengurangi terjadinya pengingkaran atau pencabutan BAP di persidangan.

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Meskipun terbatas karena mengetiknya lewat HP.

#RS.LURAMAY#

 

You may also like...