Kenaikan BBM Vs Elektabilitas Partai Demokrat

Kebijakan populis adalah kebijakan yang berpihak kepada rakyat. Berkat kebijakan populis yang dilakukan pada periode 2004/2009 dan janji- janji populis yang ditawarkan kepada rakyat. Membuat SBY kembali memimpin bangsa ini untuk periode 2009/2014. Dengan kebijakan populis SBY terus-menerus mendapatkan pujian dari rakyat. Bentuk pujian rakyat adalah diberinya kepercayaan kepada SBY untuk memimpin bangsa ini. Hingga dua periode kekuasaan sebagai presiden. SBY mendapatkan reputasi sebagai sang penguasa murah hati dan bijaksana terhadap rakyat_wisdom of the people’s

Politik pencitraan dalam kacamata Hajriyanto (2011) terjadi, oleh karena adanya sistem pertanggungjawaban Presiden_responsibility. Bertanggung jawabnya ke rakyat tapi tidak ada mekanismenya. Maka tidak ada jalan lain, harus membangun citra bahwa saya telah menjalankan pemerintahan dengan baik._ good gouvernance

Sementara Machiavelli sendiri mengemukakan politik pencitraan adalah langkah politis “rubah” yang syah dan terhormat dilakukan oleh siapapun yang ingin mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan. Seorang penguasa wajib melakukan politik pencitraan terhadap rakyat dengan melalui kebijakan populis. Karena Politik pencitraan adalah langkah positif dilakukan oleh siapaun dan dimanapun berada _(the political of image)

Di akhir tahun 2010 dan awal 2011. SBY mulai menunjukan sikap kehati-hatian (take care) dalam mengusung kebijakan populis. Ironisnya, SBY lagi-lagi mengeluarkan kebijakan (beleidsregels) yang memberatkan kehidupan rakyat melalui  kebijakan pembatasan subsidi BBM. Disinyalir popularitas SBY secara pribadi akan menurun, dan hilirnya partai demokrat akan kena juga batu sandungan. Jika kharismatik SBY semakin pudar.

Untuk sementara ini publik menantikan kenaikan BBM.  Padahal Negara Indonesia sudah menempati sikap koruptif birokrasi yang  buruk di mata negara- negara lain.  Hasil survey Political and Economic Risk Consultancy (PERC). Indonesia menjadi negara dengan birokrasi terburuk nomor dua setelah India.

Sikap SBY yang dinilai tidak mampu menyelesaikan persoalan bangsa. Tidak dapat menjaga stabilitas ekonomi. Tidak mampu menyediakan subsidi BBM sesuai kebutuhan masyarakat. Akhirnya  menunjukan pemerintahan di bawah kabinet Indonesia bersatau jilid II tidak mampu mewujudkan birokrasi yang bersih, professional dan bertanggungjawab untuk membuat masyarakat antipati lagi.

BBM Naik, apakah Elektabilitas Demokrat Menurun ?

Hasil riset Lembaga Survey Indonesia menunjukan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono terus menurun. Selama satu tahun masa pemerintahannya. Meski, mengalami kenaikan sekitar satu persen lima bulan terakhir. Maret hingga Agustus 2010 ini, yakni 66 persen. Namun trend tingkat kepuasan masyarakat terus menurun. Penurunan tingkat kepuasan masyarakat itu, dipengaruhi oleh karena menurunnya tingkat persepsi masyarakat terhadap kondisi keamanan, ketertiban nasional, proses penegakan hukum dan kondisi ekonomi yang terus memburuk.

Sekalipun dalam menghadapai masalah. SBY selalu kelihatan tenang, sabar, santun dan merasa tidak takut dalam menghadapi kecaman, hinaan dan cercaan dari berbagai agent of change. Tetapi jika BBM naik pada 1 April mendatang. Mungkin saja kepercayaan terhadap partai demokrat (baca: partai pemerintah) akan semakin nyunsep ke bawah. Dan yakin saja  publik akan mengakhiri “bulan madu-nya” terhadap partai demokrat pada pemilihan umum selanjutnya.

Apalagi dengan kondisi sekarang. Di saat Parlemen (baca: legislative) sedang memanas dalam melakukan politik tawar-menawar (bargaining position) perihal layak/ tidaknya BBM naik. SBY  sibuk jalan-jalan  ke luar negeri. Seolah-olah persoalan bangsa ini sudah tuntas. Kondisi bangsa yang lagi berada dalam kondisi memanas. Demonstrasi dan arak-arakan di mana-mana. Ada penyerangan dan demonstran di bandara udara Sumatera Utara. Ada unjuk rasa di berbagai kampus, dijalan. Ada demo besar-besaran di istana Negara. Lalu kemana sang pemimpin ini ? ketika dia telah mengaduk “air panas” buat para pembantu-nya (baca: Menteri) lagi pusing tujuh kelling memikirkan serangan dan makian dari partai opisisi terhadap kebijakan untuk mengurangi subsidi BBM.

Tentu tidak ada rakyat, termasuk para pejabat eksekutif kita Negara ini tidak mau kehilang pemimpinnya. Bagai anak ayam yang kehilangan induk. Sehingga rakyat “seolah” menjerit bagai anak ayam yang mencari, entah kemana induknya pergi. Dan kapan pulang untuk melayani kehendak rakayat agar jua merasakan kesejahteraan.

Kalau partai demokrat masih ingin eksis. Menjadi partai besar dipemilihan selanjutnya. Investasi politik ada di tangan SBY. SBY mesti menyadari kebijakan untuk mengurangi subsidi BBM, akan mengurangi simpati publik terhadap dirinya.

Kepercayaan terhadap elektabilitas partai demokrat tidak akan terulang lagi bagai “de javu” untuk mengenang masa dan merindukan kejayaan, kalau SBY tidak cepat mengambil sikap yang tegas.  Jikalau SBY masih mau melihat partai Demokrat hadir di istana Negara, atau minimal di parlemen sebagai partai yang mempunyai “power”. Mau tidak mau SBY, harus cepat pulang menyudahi “kegamangan” atas kebijakannya. Karena sekalipun demonstrasi berjalan, harga BBM tetap akan naik.

 

 

Dimuat di Harian Gorontalo Post tanggal  30 Maret 2012

 

Rahmat Hidayat, S.H. M.H

Kepala Program Studi Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo

You may also like...