Klasifikasi Kejahatan Internasional

Tindak pidana internasional atau international crimes, baik menurut perjanjian-perjanjian internasional maupun di dalam hukum kebiasaan internasional, belum ada ketentuan yang jelas hingga sat ini. Hal tersebut disebabkan adanya perdebatan seputar penetapan peristilahannya yang dapat berdampak luas, dalam hal substansi dan subjeknya

Sudah sejak abad ke-18, masyarakat bangsa-bangsa mengenal dan mengakui kejahatan perompak di laut sebagai kejahatan internasional yang dikenal sebagai piracy de jure gentium. Kejahatan tersebut dianggap sangat merugikan kesejahteraan bangsa-bangsa pada saat itu dan dianggap sebagai musuh bangsa-bangsa. Piracy de jure gentium kemudian ditetapkan sebagai kejahatan internasional karena merupakan satu-satunya tindak kriminal murni.

Defenisi tentang tindak pidana internasional atau kejahatan internasional (international crimes) menurut Bassiouni,  sebagai berikut:

war-crimes2

Sumber: unseenhands.wordpress.com

“Tindak pidana internasional adalah setiap tindakan yang telah ditetapkan di dalam konvensi-konvensi multilateral dan yang telah diratifikasi oleh negara-negara peserta, sekalipun di dalamnya terkandung salah satu dari kesepuluh karakteristik pidana”

Bassiouni lebih lanjut menjelaskan kesepuluh karakteristik yang dimaksudkan, sebagai berikut:

  1. Explicit recognition of proscribed conduct as constituting an international crime or a crime under international law. (pengakuan secara eksplisit atas tindakan-tindakan yang dipandang sebagai kejahatan berdasarkan hukum internasional).
  2. Implicit recognition of the penal nature of the act by establishing a duty to prohibit, prevent, prosecute, punish or the like (pengakuan secara implisit atas sifat-sifat pidana dari tindakan-tindakan tertentu dengan menetapkan suatu kewajiban untuk menghukum, mencegah, menuntut, menjatuhi hukuman atau pidananya).
  3. Criminalization of the proscribed conduct (kriminalisasi atas tindakan-tindakan tertentu).
  4. Duty or right to prosecute (kewajiban atau hak untuk menuntut).
  5. Duty or right to punish the proscribed conduct. (kewajiban atau hak untuk memidana tindakan tertentu).
  6. Duty or right to extradite (kewajiban atau hak untuk mengekstradisi).
  7. Duty or right to cooperate in prosecution, punishment, including judicial assistance in penal proceeding. (kewajiban atau hak untuk bekerjasama di dalam proses pemidanaan).
  8. Establishment of a  criminal jurisdiction basis (penetapan suatu dasar-dasar yurisdiksi kriminil).
  9. Reference to the establishment of an international court (referensi pembentukan suatu pengadilan internasional).
  10. Elimination of the defense of superiors orders (penghapusan alasan-alasan perintah atasan).

Dilihat dari perkembangan dan asal-usul tindak pidana internasional ini, maka eksistensi tindak pidana internasional dapat dibedakan dalam

  1. Tindak pidana internasional yang berasal dari kebiasaan yang berkembang di dalam praktik hukum internasional.
  2. Tindak pidana internasional yang berasal dari konvensi-konvensi internasional.
  3. Tindak pidana internaisonal yang lahir dari sejarah perkembangan konvensi mengenai hak asasi manusia.

Tindak pidana internasional yang berasal dari kebiasaan hukum internasional adalah tindak pidana pembajakan atau piracy, kejahatan perang atau war crimes, dan tindak pidana perbudakan atau Slavery. Tindak pidana internasional yang berasal dari konvensi-konvensi internasional ini secara historis dibedakan antara tindak pidana internasional yang ditetapkan di dalam satu konvensi saja dan tindak pidana internasional yang ditetapkan oleh banyak konvensi.

Tindak pidana internasional yang lahir dari sejarah perkembangan konvensi mengenai hak asasi manusia merupakan konsekuensi logis akibat Perang Dunia II yang meliputi bukan hanya korban-korban perang mereka yang termasuk combatant, melainkan juga korban penduduk sipil (non-combatant) yang seharusnya dilindungi dalam suatu peperangan. Salah satu tindak pidana internasional ini ialah crimes of genocide sesuai dengan Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Tanggal 11 Desember yang menetapkan genosida sebagai kejahatan menurut hukum internasional.

Penetapan tindak pidana internasional atau International crimes itu diperkuat dalam Piagam Mahkamah Militer Internasional di Nuremberg atau the International Military Tribunal yang dibentuk segera setelah Perang Dunia II terakhir (1946). Mahkamah ini ditetapkan oleh negara pemenang Perang Dunia II (Amerika Serikat, Inggris, Prancis, serta Rusia) dan memiliki yurisdiksi atas tiga golongan kejahatan:

  1. Crimes against peace atau kejahatan atas perdamaian, yang diartikan termasuk persiapan-persiapan atau pernyataan perang agresi.
  2. War crimes atau kejahatan perang atau pelanggaran atas hukum-hukum tradisional dan kebiasaan dalam peperangan.
  3. Crimes against humanity yakni segala bentuk kekejaman terhadap penduduk sipil selama peperangan berlangsung.

Dalam naskah rancangan ketiga Undang-Undang Pidana Internasional atau the International Criminal Code Tahun 1954, telah ditetapkan 13 kejahatan yang dapat dijatuhi pidana berdasarkan hukum internasional sebagai kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan seluruh umat manusia. Ketiga belas tindak pidana ini adalah sebagai berikut:

  1. Tindakan persiapan untuk agresi dan tindakan agresi.
  2. Persiapan penggunaan kekuatan bersenjata terhadap negara lain.
  3. Mengorganisasi atau memberikan dukungan persenjataan yang ditujukan untuk memasuki wilayah suatu negara.
  4. Memberikan dukungan untuk dilakukan tindakan terorisme di negara asing.
  5. Setiap pelanggaran atas perjanjian pemabatasan senjata yang telah disetujui.
  6. Aneksasi wilayah asing.
  7. Genocide (genosida).
  8. Pelanggaran atas kebiasaan dan hukum perang.
  9. Setiap pemufakatan, pembujukan, dan percobaan untuk melakukan tindak pidana tersebut pada butir 8 di atas.
  10. Piracy (Pembajakan).
  11. Slavery (Perbudakan).
  12. Apartheid.
  13.  Threat and use of force against internationally protected persons.

Dalam naskah rancangan Undang-Undang Pidana Internasional atau The International Criminal Code Tahun 1979 yang disusun oleh The International Association of Penal Law, telah dimasukkan jenis tindak pidana lainnya, seperti: lalu lintas perdagangan narkotika illegal (illicit drug trafficking), pemalsuan mata uang (counterfeiting), keikutsertaan di dalam perdagangan budak, penyuapan (bribery), dan pengambilan harta karun negara tanpa izin.

Berdasarkan internasionalisasi kejahatan dan karakterisktik kejahatan internasional, dalam konteks hukum kejahatan internasional, kejahatan internasional memiliki hirarki atau tingkatan. Sampai dengan tahun 2003 atas dasar 281 konvensi internasional sejak tahun 1812, ada 28 kategori kejahatan internasional. 28 kejahatan internasional tersebut adalah

  1. Aggression.
  2. Genocide.
  3. Crimes against humanity.
  4. War crimes.
  5. Unlawful possession or use or emplacement of weapons.
  6. Theft of nuclear materials.
  7. Mercenaries.
  8. Apartheid.
  9. Slavery and slave-related practices.
  10. Torture and other forms of cruel, inhuman, or degrading treatment.
  11. Unlawful human experimentation.
  12. Piracy.
  13. Aircraft hijacking and unlawful acts against international air safety.
  14. Unlawful acts against the safety of maritime navigation and the safety of platforms on high seas.
  15. Threat and use of force against internationally protected persons.
  16. Crimes against United Nations and associated personnel.
  17. Taking of civilian hostages.
  18. Unlawful use of the mail.
  19. Attacks with explosives.
  20. Financing of terrorism.
  21. Unlawful traffic in drugs and related drug offenses.
  22. Organized crime.
  23. Destruction and/or theft of national treasures.
  24. Unlawful acts against certain internationally protected elements of the environment.
  25. International traffic in obsence materials.
  26. Falsification and counterfeiting.
  27. Unlawful interference with submarine cables.
  28. Bribery of foreign public officials.

Berdasarkan 28 kategori kejahatan internasional tersebut, M. Cherif Bassiouni, membagi tingkatan kejahatan interasional menjadi tiga. Pertama, kejahatan internasional yang disebut sebagai international crimes adalah bagian dari jus cogens. Tipikal dan karakter dari international crimes berkaitan dengan perdamaian dan keamanan manusia serta nilai-nilai kemanusiaan yang fundamental. Terdapat sebelas kejahatan yang menempati hirarki teratas sebagai international crime, yakni:

  1. Aggression.
  2. Genocide.
  3. Crimes against humanity.
  4. War crimes
  5. Unlawful possession or use or emplacement of weapons.
  6. Theft of nuclear materials.
  7. Mercenaries.
  8. Apartheid.
  9. Slavery and slave-related practices.
  10. Torture and other forms of cruel, inhuman, or degrading treatment.
  11. Unlawful human experimentation.

Kedua, kejahatan internasional yang disebut sebagai international delicts. Tipikal dan karakter international delicts berkaitan dengan kepentingan internasional yang dilindungi meliputi lebih dari satu negara atau korban dan kerugian yang timbul berasal dari satu negara. Ada tiga belas kejahatan internasional yang termasuk dalam international delicts, yaitu:

  1. Piracy.
  2. Aircraft hijacking and unlawful acts against international air safety.
  3. Unlawful acts against the safety of maritime navigation and safety of platforms on the high seas.
  4. Threat and use of force against internationally protected person.
  5. Crimes against United Nations and associated personnel.
  6. Taking of civilian hostages.
  7. Unlawful use of the mail.
  8. Attacks with explosive.
  9. Financing of terrorism.
  10. Unlawful traffic in drugs and related drug offenses.
  11. Organized crime
  12. Destruction and/or theht of national treasures.
  13. Unlawful acts against certain internationally protected elements of the environment.

Ketiga, kejahatan internasional yang disebut dengan istilah international infraction. Dalam hukum pidana internasional secara normatif, international infraction tidak termasuk dalam kategori international crime dan international delicts. Kejahatan yang tercakup dalam international Infraction hanya ada empat, yaitu:

  1. International traffic in obsence materials.
  2. Falsification and counterfeiting.
  3. Unlawful interference with submarine cable.
  4. Bribery of foreign public official.

Maskun S.H. L.L.M

Lahir di Abeli (Kendari) pada tanggal 29 Nopember 1976. Menyelesaikan S1 pada Fakultas Hukum UNHAS tahun 1998, S2 pada university of New South Wales (UNSW) Sydney, Australia tahun 2004 Selain Mengajar, penulis aktif menulis pada beberapa jurnal ilmiah dan surat kabar lokal serta melakukan penelitian baik itu yang dibiayai oleh Lembaga Penelitian UNHAS, Badan perencanaan Pembangunan Daerah Kota Makassar, maupun yang dibiayai oleh institusi lain seperti Institut Pertanian Bogor (2007) dan Pusat Studi Hukum dan Kebijkan Jakarta (2009). Penulis juga terlibat aktif mengikuti beberapa seminar, simposium, kursus singkat, dan workshop yang dilaksanakan dalam dan luar negeri seperti kursus singkat di Jepang (2006 dan 2008), APEC Worksop di Jakarta (2009). Hal lain yang dilakukan penulis di sela-sela kegiatan sebagaimana telah disebutkan, penulis aktif menjadi pembicara pada berbagai forum ilmiah termasuk didalamnya ketiga penulis menjadi Pembicara pada seminar Internasional via teleconference yang dilaksanakan oleh Asean law Students Association (ALSA) UNHAS, Chuo University Jepang dan Chulalakorn University Thailand tahun 2009 dan 2010. Beberapa karya ilmiah dalam bentuk Buku/buku ajar/diktat adalah Hukum Internasional (2008), Filsafat Hukum (2009) Filsafat Hukum (dari rekonstruksi sabda manusia dan pengetahuan hingga keadilan dan kebenaran) – (2010), dan Pengatar Cyber Crime (2011). Editor pada Buku Karangan Prof. A.M. Yunus Wahid (2011).

You may also like...