Tabek Bang, Saya Maju! (Sebuah Catatan untuk Laode Muh Syarif)

sm-noor_20151008_2010063

Hujan deras mengguyur Makassar Senin kemarin, 21 Desember 2015. Ruang Bagian Hukum Internasional, FH-Unhas, sepi, hening. Sebuah televisi tua merek Panasonic terbujuk kaku di atas sebuah rak yang ditempati dokumen. Di tengah kesendirian yang hening itu menyaksikan di televisi tua sebuah momen bersejarah bagi ruangan ini, pelantikan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Kenapa bersejarah bagi ruangan ini ? karena di ruangan inilah salah seorang dari 5 manusia terbaik dan dianggap “terbersih” negeri ini sehari-hari berkontemplasi kemarin-kemarin yaitu Laode Muh Syarif, SH, LLM, Ph.D.

Ditengah kesendirian dan kesepian dalam ruangan yang luas ini tiba-tiba perasaan hati dilanda oleh desakan keharuan yang menyesak. Menyaksikan seorang sahabat karib, sudah seperti saudara dilantik menjadi salah seorang pimpinan KPK, malahan didaulat sebagai Wakil Ketua. Sekalipun senyum bahagia, tetapi setetes air tersembul dari sudut mata, sebagai tanda haru bangga namun penuh was-was. Apakah Syarif (begitu biasa kami panggil) mampu menyelesaikan tugasnya atau tidak ?

Senin itu telepon berdering terus. Banyak yang tahu Syarif itu adalah Staf Pengajar Hukum Internasional yang aktif tentu tidak bisa dilepaskan dari Bagian. Muara ucapan selamat jatuh ke telepon saya. Tidak tahu lagi berapa kali terima kasih kembali yang terucap begitupula SMS. Beberapa pula diantaranya meminta saya menuliskan seperti apa Syarif, Sang Wakil Ketua KPK itu ? bahkan beberapa yang sinis di HP saya, apasih hebatnya seorang Syarif ? mampukah seorang Hukum Internasional yang bergaya diploma, ambivalen, plamboyan, opportunis dan protagonistik dapat memberantas korupsi ? menjadi Wakil Ketua lagi!

Apapun sinisme sudah biasa. Ketika ditetapkan masuk delapan besar pun bukan hanya sinisme yang masuk di HP saya. Malahan ada yang menunjuk-nunjuk saya supaya menulis terang-terangan di media bahwa Syarif sebagai PNS-Dosen malas mengajar ! dengan tangkas pula saya tantang Syarif lebih rajin mengajar dan menguji daripada beberapa Dosen lain yang kerjanya hanya suka mengkritik. Tidak ada anak bimbingannya yang terlambat ujian, silahkan periksa monitoring mengajar dan menguji di Akademik Fakultas.

“Allahu Akbar!” Spontan suara saya terucap ditengah keheningan ketika Presiden Jokowi memberinya selamat seolah merasa lepas dari beban. Tugas seorang Ketua Bagian membentengi seorang kolega yang banyak dituding hanya karena dia seorang akademisi tulen dan Advisor Internasional jaringan pemerintahan yang bersih (Clean Government).

Dering telpon bertalu kembali, hari Senin itu, ternyata ada jadwal lain, Ketua Penguji Prelium S3 FH-Unhas dan Narasumber pada Seminar Nasional Perjanjian Bungaya di Benteng Roterdam, Makassar yang diselenggarakan oleh Kementrian Kordinator Kemaritiman.

Sumber Gambar: detik.com

Sumber Gambar: detik.com

Tabek Bang !

Itulah Khasnya seorang Syarif. Selalu mengatakan tabek jika ingin mengajukan gagasan atau menengahi atau menginterupsi dalam setiap rapat Bagian. Gaya dan dialek bahasa di daerah almamaternya sangat kental sekalipun kebanyakan keliling dunia menjadi narasumber.

Tetapi yang paling pentig dari itu selera guyonnya juga tinggi, banyak bahan kelucuan-kelucuannya jika berkumpul dengan kawan-kawan di Bagian dan di Fakultas. Karenanya membayangkan wajah seorang Syarif adalah wajah senyum, bahkan tawa. Memang dia suka tawa wajah lepas. Harap jangan lupa jika sudah serius dia akan tekuni sampai tuntas suatu pekerjaan dan jika pekerjaan itu memeriksa skripsi, tesis, dan disertasi dia akan kutui sedetailnya. Dia itu pemburuh berdarah dingin jika dia menguji, satu kata pun dia usut jika sesuatu mencurigakan, tetapi mahasiswa tidak menggolongkannya killer

Suatu hari selepas rapat Bagian beberapa bulan lalu, Syarif minta tabek lagi. “saya ingin mengemukakan sesuatu lagi Bang dan minta pendapat Abang.” Khasnya juga kepada saya selalu memanggil saya Abang atau bang Noor atau Bang saja. Rapat bubar, tinggal kami berdua. “tabe Bang, saya maju berkompetisi di KPK !” sejenak saya pandang matanya yang memang selalu lucu buat saya. Tetapi kali ini lain memandang saya tajam dan serius. “Really !! ? ”Tanya saya tangkas dan dia menjawab tangkas pula, “Sure ! Really, Bang !!! ” saya menyalami erat tangannya dan meyakinkan dia, “Maju !!!” “Yes ! Terima Kasih, Bang !”

Skeptisisme Berlebihan

Sesungguhnya apapun keraguan yang muncul di tengah masyarakat terhadap para pimpinan KPK yang telah dilantik itu sudah diduga jauh sebelumnya. Karena membanding-bandingkan periode sebelumnya. Bagaimana pun juga setiap masa ada kelebihan dan kelemahannya.

Oleh karena itu sebaiknya beri kesempatan dulu tim yang sudah dilantik Presiden ini untuk bekerja. Apalagi dengan mengemukakan kritikan pedas antara sosok persosok dalam tin tersebut terdapat kesan seolah-olah tim yang dipilih oleh para srikandi intelektual ini dipersiapkan untuk menciptakan pelemahan bagi KPK plus dengan revisi Undang-Undang KPK yang akan dan sedang digodok oleh DPR. Padahal beberapa pimpinan yang terpilih termasuk Laode M Syarif sendiri sudah mengemukakan bahwa untuk sekarang ini Undang-Undang yang dipakai adalah masih Undang-Undang KPK yang belum direvisi.

Justru yang menjadi tantangan sekarang adalah pelimpahan kasus yang diterima dari pimpinan lama yaitu Kasus Pelindo II dengan tersangka Direktur Utamanya RJ. Lino. Mampukah mereka menuntaskannya. Ini yang seharusnya menjadi titik ukuran kita. Terus terang sebagai sahabat karib saya masih percaya Syarif bisa diandalkan bergerak menuntaskan kasus-kasus yang dilimpahkan padanya. Dia orangnya berdarah dingin, lebih cepat rasionya berjalan daripada emosinya. Lagipula tidak ada celah yang dapat kita kritik dari segi moral, berdasarkan pengalaman kami di Fakultas selama ini.

Sekalipun demikian, tugas untuk mengantar kawan sekolega saya ini telah selesai dengan berbagai tantangan dan kritikan atasnya, tetapi hal itu tidak mengurangi kegusaran saya. Sebagai ketua Bagian saya menjadi bingung, siapa yang akan menggantikan Laode M Syarif untuk beberapa kuliah yang menjadi andalan dan maskot Bagian kami. Terutama Hukum Lingkungan Internasional menyangkut Perubahan Iklim (Climate Changes) dan Hukum Laut Internasional terutama subyek utama “Climate Changes” yang telah dibawakannya ke berbagai Negara, Australia, Italia, Spanyol, Kenya, Singapura dan Filifina. Bahkan pada konferensi Perubahan Iklim di Chebu, Filifina dia membawa tim Fakultas Hukum Unhas. Ke berbagai Negara sekaligus sebagai jualannya atas nama Unhas almamater yang sangat dicintainya. Dimanapun diberbagai bagian dunia dia presentasi tidak pernah dia lupa menjual almamaternya. Hasilnya Fakultas Hukum Unhas dalam waktu yang berdekatan 2013-2015. Sudah tiga kali melakukan seminar internasional atas usaha dan prakarsa dia.

Dia itu adalah jembatan Internasional Fakultasnya yang perlahan tetapi pasti mulai merambah dunia. Cikal bakal jurnal internasional Hasanuddin University Law Review (Halrev) berusaha bangkit untuk menggapai Scopus didobraknya dari belakang yang menggandeng Asian Law Review di Korea, Jepng, dan Singapura. Demikian pula jaringan internasional Klinik Hukum khusus masalah lingkungan korupsi.

Poin-poin itulah yang kurang lebih menampuk kegusaran kami, karena hampir pasti semuanya itu harus dilepaskannya demi tugas Negara yang diembannya. Tetapi baik Rektor, Dekan Fakultas Hukum apalagi Bagian Hukum Internasional sudah mewakafkan dirinya untuk itu. Kami semua di Bagian Hukum Internasional dimana Syarif selama ini berjuang bersama-sama mengucapkan selamat bertugas. Semoga menjaga moral bangsa demi nama baik almamater.

Artikel ini Telah Muat Sebelumnya di Harian Tribun Timur , 23 Desember 2015

Prof. Dr. S.M. Noor, S.H., M.H.

Lahir di Bulukumba 2 Juli 1955, Menamatkan S1, S2 dan Program Doktor PPS Unhas 2003- 2008. Adalah Professor Hukum yang suka Sastra terbukti sudah tiga novel yang telah terbit dari buah tangannya: “Putri Bawakaraeng” (Novel) Lephas Unhas 2003; “Pelarian” (Novel) Yayasan Pena (1999); “Perang Bugis Makassar, (Novel) Penerbit Kompas (2011). Selain sebagai Staf Pengajar pada Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Unhas, Golongan IV B, 1998 hingga sekarang, juga menjabat sebagai Ketua Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Unhas; Dosen Luar Biasa Pada Fakultas Syariah IAIN Alauddin, Makassar 1990-2003; Dosen Luar Biasa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Unhas untuk mata kuliah Politik dan Kebijaksanaan Luar Negeri Cina serta Hukum Internasional 2002 – sekarang. Beberapa buku yang telah dipublikasikan antara lain “Sengketa Asia Timur” Lephas-Unhas 2000. Tulisannya juga dapat ditemui dalam beberapa Harian: Pedoman Rakyat (kolumnis masalah-masalah internasional), pernah dimuat tulisannya di Harian: Fajar dan Kompas semenjak mahasiswa; menulis pada beberapa jurnal diantaranya Amannagappa, Jurisdictionary dan Jurnal Ilmiah Nasional Prisma. Kegiatan lain diantaranya: narasumber diberbagai kesempatan internasional dan nasional, Narasumber Pada Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) Jakarta 1987; Narasumber pada Overseas Study On Comparative Culture And Government Tokyo (Jepang) 1994; Shourt Course Hubungan Internasional PAU Universitas Gajah Mada Yogayakarta 1990; Seminar Hukum Internasional Publik Universitas Padjajaran Bandung 1992; Seminar Hukum dan Hubungan Internasional Departemen Luar Negeri RI Jakarta 2004. Juga pernah melakukan penelitian pada berbagai kesempatan antara lain: Penelitian Tentang Masalah Pelintas Batas Di Wilayah Perairan Perbatasan Indonesia-Australia Di Pantai Utara Australia dan Kepualauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara Tahun 1989; Penelitian Tentang Masalah Alur Selat Makassar dalam Perspektif Pertahanan dan Keamanan Nasional Indonesia. Gelar guru besar dalam Bidang Hukum Internasional Pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin telah dipertahankan Di Depan Rapat Senat Terbuka Luar Biasa Universitas Hasanuddin “Perang Makassar (Studi Modern Awal Kebiasaan dalam Hukum Perang)” pada hari Selasa 2 November 2010 (Makassar).

You may also like...