Lembaga/ Tim Penilai Harga Tanah Dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Dalam Kepres Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum belum diatur masalah Lembaga/ Tim Penilai Harga Tanah, yang dapat membantu Panitia Pengadaan Tanah dalam menentukan besarnya standar ganti rugi bagi Pemilik Tanah, yang kelak tanahnya akan digunakan untuk kepentingan umum. Tugas untuk melakukan penilaian harga terhadap tanah dan objek lainnya masih menjadi tugas dan kewenangan panitia pegadaan tanah. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 8, Panitia Pengadaan Tanah bertug

  1. Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan.
  2.  Mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang hak atasnya akan dilepas atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya.
  3. Menaksir dan mengusulkan besarnya ganti kerugian atas tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan.
  4.  Memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut.
  5. Mengadakan musyawarah dengan para Pemegang Hak Atas Tanah dan instansi pemerintah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/ atau besarnya ganti kerugian.
  6. Menyaksikan pelaksanaan penyerahan uang ganti kerugian kepada para pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang ada di atas tanah
  7. Membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah

Oleh karena dalam Kepres tersebut, masih banyak kejanggalan dalam penerapan aturannya.  Aturan yang berkaitan dengan musyawarah, masih memihak pada pemangku kepentingan semata untuk memperoleh pembebasan tanah. Maka dibuat peraturan lebih lanjut melalui Perpres Nomor 36 Tahun 2005, disamping untuk menambah beberapa prasyarat sehingga pengadaan tanah dimaksud memenuhi kriteria kepentingan umum.

Lembaga/ Tim Penilai Harga Tanah dalam Perpres Nomor 36 tahun 2005, kemudian dipisahkan bagian tugas dan kewenangan dengan Panitia Pengadaan Tanah. Meskipun Panitia Pengadaan Tanah harus berkoordinasi dengan Lembaga/ Tim Penilai Harga Tanah sebagai salah satu mekanisme pengadaan tanah yang dilakukan oleh panitia pengadaan tanah tersebut.

Dalam Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 12 Perpres Nomor 36 Tahun 2005 ditegaskan bahwa Lembaga/ Tim Penilai Harga Tanah adalah lembaga atau tim yang professional dan independen untuk menentukan nilai/ harga tanah yang akan digunakan sebagai dasar guna mencapai kesepakatan atas jumlah/ besarnya ganti rugi.

Sementara dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (PerKaBPN) Nomor 3 Tahun 2007, dipisahkan apa yang dimaksud dengan lembaga penilai harga tanah dan tim penilai harga tanah.

Lembaga Penilai Harga Tanah adalah lembaga profesional dan independen yang mempunyai keahlian dan kemampuan di bidang penilaian harga tanah.

Tim Penilai Harga Tanah adalah tim yang dibentuk dengan Keputusan Bupati/ Walikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk menilai harga tanah, apabila di wilayah kabupaten/ kota yang bersangkutan atau sekitarnya tidak terdapat Lembaga Penilai Harga Tanah.

Tugas Lembaga/ Tim Penilai Harga Tanah, baik dalam Perpres Nomor 36 Tahun 2005 maupun perubahannya Perpres Nomor 65 Tahun 2006, belum ditegaskan secara jelas. Hanya disebutkan bahwa dalam Pasal 15 ayat 2, “bahwa dalam rangka menetapkan dasar ganti rugi, Lembaga/ Tim Penilai Harga Tanah ditetapkan oleh bupati/ walikota atau gubernur bagi provinsi daerah khusus ibukota jakarta.

Dalam pasal tersebut seolah-oleh menegaskan bahwa tugas dari Lembaga/ Tim Penilai Harga Tanah, tidak bekerja berdasarkan keahliannya sebagai penilai. Lembaga tersebut nyatanya bersikap “pasif” karena penentuan dasar penghitungan ganti rugi tetap dikembalikan ke pemerintah.

Dalam Pasal 15 ayat 1 Nomor 65 Tahun 2006 belum dijelaskan siapa sebenarnya yang memiliki kewenangan untuk menghitung besarnya ganti rugi terhadap pengadaan tanah untuk kepentingan umum, tidak disebutkan dalam kalimat, atau pada pasal-pasal-nya bahwa tugas tersebut adalah tugas Lembaga/ Tim Penilai Harga.

Baru jelas, ketika dilihat dalam Pasal 28 Peraturan PerkaBPN Nomor 3 Tahun 2007 yang menegaskan “Tim Penilai Harga Tanah melakukan  penilaian harga tanah berdasarkan   pada   Nilai   Jual   Obyek   Pajak   (NJOP)   atau   nilai nyata/ sebenarnya   dengan memperhatikan  NJOP  tahun  berjalan,  dan  dapat berpedoman  pada  variabel-variabel sebagai berikut :

  1. Lokasi dan letak tanah.
  2. Status tanah.
  3. Peruntukan tanah.
  4. Kesesuaian  penggunaan  tanah  dengan  rencana  tata  ruang  wilayah  atau  perencanaan  ruang wilayah atau kota yang telah ada.
  5. Sarana dan prasarana yang tersedia.
  6. Faktor lainnya yang mempengaruhi harga tanah.”

Setelah Lembaga/ Tim Penilai Harga Tanah melakukan penilaian berdasarkan NJOP dengan memperhatikan beberapa variable tersebut di atas. Kemudian Ia menyerahkan hasil penilaiannya,  kepada Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota. Untuk dipergunakan sebagai dasar musyawarah antara instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pemilik.

 

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...