Media dan Pemberantasan Korupsi

Era reformasi menandai lahirnya kebebasan insan pers di tanah air. Pers atau biasa dikenal dalam bahasa sehari-hari media bermetamorfosis menjadi salah satu pilar demokrasi. Kekuatan media mampu memberikan “pengaruh” terhadap penyelenggara negara.

Media memiliki peran penting. Bukan hanya menyajikan pemberitaan yang aktual, tetapi juga mampu menggerakkan seseorang melakukan demonstrasi. Masih hangat diingatan kita semua tentang  insiden 5 oktober. Ketika gedung KPK disantroni korps cokelat bertepatan dengan pemeriksaan Djoko Susilo. Salah satu tersangka kasus simulator SIM.

Insiden tersebut, kemudian tersiar dengan cepat di media massa. Seluruh stasiun TV maupun cetak (koran) mengulasnya sedemikian rupa. Tidak menunggu lama gelombang dukungan terhadap lembaga antikorupsi (KPK) berdatangan. Mahasiswa dan masyarakat penggiat antikorupsi membentangkan Spanduk SAVE KPK SAVE INDONESIA di jalan raya. Sambil berorasi mengutuk insiden tersebut.

Media memang telah menjadi mitra strategis dalam pemberantasan korupsi. Bambang Widjojanto (wakil ketua KPK) menegaskan sekurangnya ada lima peran pers (media) dalam pemberantasan korupsi. Pertama, melakukan pengawasan internal aparat birokrasi. Kedua, proses laporan masyarakat. Ketiga, pencegahan korupsi. Keempat, penindakan korupsi. Kelima, rehabilitasi akibat korupsi.

Dalam Pasal 15 huruf b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berkewajiban memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau memberikan bantuan untuk memperoleh data lain yang berkaitan dengan hasil penuntutan tindak pidana korupsi yang ditanganinya. Serta KPK melalui Deputi Bidang Pencegahan memiliki tugas pendidikan dan penyebaran budaya antikorupsi kepada pemerintah, masyarakat dan swasta melalui mass media baik elektronik maupun cetak.

Kewajiban KPK dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi sejalan dengan peran media. Pertama, Memberi dan menyediakan informasi tentang peristiwa yang terjadi kepada masyarakat. Kedua, sarana pendidikan massa (mass education) pers memuat tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat.

Ketiga, fungsi hiburan. Media memuat hal-hal yang bersifat hiburan guna mengimbangi berita-berita berat dan artikel-artikel berbobot. Keempat, media sebagai kontrol sosial. Fungsi ini mengandung nilai-nilai demokrasi, seperti Social Participation (keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan), Social Responsibility (pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat), Social Support (dukungan rakyat terhadap pemerintah), Social Control (kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan pemerintah).

Menebar virus antikorupsi

Berbicara tentang pemberantasan korupsi, bukan hanya berbicara soal kinerja KPK, Kepolisian dan Kejaksaan. Masyarakat harus bersama penegak hukum dalam melakukan langkah pencegahan (preventif). Hal tersebut karena korupsi merupakan musuh bersama yang harus diberantas.

Partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi diatur dalam peraturan perundang-undangan. Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. wujud peran serta tersebut diantaranya mencari dan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana korupsi (vide Pasal 41 UU Nomor 31 Tahun 1999). Kemudian diatur pula dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 yang menegaskan peran serta masyarakat adalah peran aktif perorangan, organisasi masyarakat, atau Lembaga Swadaya Masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Berdasarkan penjelas di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam rangka pemberantasan tindak pidana korup;si jangan hanya diserahkan sepenuhnya kepada lembaga penegak hukum. Seluruh elemen masyarakat terlebih lagi citivas akademika (Perguruan Tinggi) harus mengambil peran strategis. Melalui sosialisasi antikorupsi dan lebih riil lagi dengan memasukkannya kedalam kurikulum perkulihan. Misalnya mata kuliah Hukum Pidana Korupsi yang penulis pernah pelajari sewaktu kuliah di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

Selain memasukkan kurikulum pendidikan antikorupsi di Perguruan Tinggi, kita juga bisa melakukan pencegahan korupsi melalui wadah media massa (koran). Peran media sebagai kontrol sosial dan education mendorong penulis menebar virus antikorupsi. Penulis sendiri tertarik menggunakan media dalam membedah pemberantasan korupsi karena lebih efektif. Apalagi media cetak (koran) sudah menjadi kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada redaksi Gorontalo Post yang tiada henti-hentinya memuat artikel-artikel antikorupsi. Karena dalam pengamatan penulis hanya Gorontalo Post koran lokal satu-satunya yang dalam satu bulan biasa memuat 2 sampai 3 kali artikel antikorupsi. Sehingga tidaklah salah bila Gorontalo Post menjadi pelopor koran antikorupsi.

Bertepatan tanggal 30 November 2012 penulis sudah setahun bersama Gorontalo Post. Penulis ingat betul tulisan pertama yang muat di kolom Persepsi “Keadilan dan Penghentian Remisi Koruptor”. Suatu artikel yang memberikan tantangan kepada penulis untuk menulis dan menulis.Walhasil dalam setahun penulis sudah menghasilkan puluhan artikel antikorupsi.

Untuk menutup artikel ini, sekali lagi terima kasih kepada redaksi Gorontalo Post. Serta tidak lupa pula ucapan terima kasih kepada para pembaca setia artikel antikorupsi. Semoga kita bisa bersama-sama melakukan pencegahan dan pemberantasan antikorupsi.****Salam Antikorupsi

Jupri, S.H

Lahir di Jeneponto (Sulsel) dari keluarga sederhana. sementara aktif mengajar di Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo. selain memberi kuliah untuk mahasiswa fakultas hukum juga aktif menulis di www.negarahukum.com dan koran lokal seperti Fajar Pos (Makassar, Sulsel), Gorontalo Post dan Manado Post..Motto Manusia bisa mati, tetapi pemikiran akan selalu hidup..

You may also like...