Mengurai Sepintas “Hukum integratif” Romli Atmasasmita

Kita sudah sering kali sampai pada pendapat sempurna oleh Kusumaatmadja dengan teori hukum pembangunannanya (atau pembaharuan hukum) yang terinspirasi dari law as a tool of social enginering Roscue Pound. Kadang sering disalah artikan maxim tersebut, bahwa hukum adalah alat rekayasa sosial.

Namun mengamati secara cermat ternyata dugaan Achmad Ali yang mengatakan bahwa terjemahan Kusumaatmadja “salah”. Justru pengertian hukum oleh Kusumaatmadja yang mengatakan hukum adalah seperangkat asas, kaidah-kaidah, aturan, institusi dan proses yang mengikat daya keberlakuannya merupakan gabungan dari gaya berpikir yang dogmatik kombinasi gaya sosiologis. Hal ini nampak ketika hukum diartikan sebagai asas-asas juga adalah proses (yakni faktor-faktor yang mempengaruhi keberlakuan hukum tersebut).

Oleh karena itu jika Romli Atmasasmita membuat pengenalan teori hukum integratif  pasca teori hukum pembangunan Kusumaatmadja sebenarnya bukan hal yang baru dari apa yang dikemukakan oleh Romli ketika mengatakan hukum juga adalah seperangkat nilai.

Jika hukum pembanguan mengurai hukum sebagai norma katanya harus juga mengaplikasikan masalah nilai. Karena nilai (hukum) yang dianut dari setiap komunitas pasti berbeda. Hal tersebut juga sudah dikemukakan oleh Mazhab sejarah hukum Karl Von Savigni ketika hukum diartikan sebagai perkembangan jiwa masyarakat (volkgeist). Dan kata “proses” yang dimaksud oleh Kusumaatmadja sebenarnya itulah “nilai” yang dimaksud juga mempengaruhi daya keberlakuan hukum itu.

Selain memakai teori struktur ilmu hukum pembangunan (lihat juga Sidharta tentang pendapat Thomas Khun masalah struktur ilmu-ilmu) Romli juga menggunakan pendapat Satjipto Rahardjo melalui teori hukum progresifnya.

Seringkali kita menemui pendapat-pendapat Satjipto Rahardjo dalam berbagi artikelnya, bukunya, opini yang ditulis diharian kompas, mengemukakan bahwa hukum jangan semata dipandang dalam bingkai teks aturan saja (law in books) tetapi ada banyak hukum yang begitu lebih cepat berkembang di masyarakat. Itulah yang disebut perilaku hukum (behaviour)

Terminologi proses, perilaku hukum (behaviour of law) dan nilai (value) yang dikembangkan lebih lanjut oleh Romli sudah termaktub sebenarnya, keduanya dalam pengertian yang pernah dikemukakan oleh Kusumaatmadja melalui teori hukum pembangunan yang hingga saat ini adalah bahagian dari mazhab hukum Unpad.

Kehebatan Romli sebenarnya adalah bukan pada perpaduan teori hukum pembangunan dan hukum progresif kemudian lahir teori hukum integratif. Melainkan dapat ditemuai dari kemampuannya menggali nilai filsufis pancasila sebagai akar/ dasar terbentuknya hukum.

Beliau mengemukakan bahwa  melalui kinerja BSE (Social and Bereucratic Enginering) setiap langka pemerintah dalam pembentukan hukum dan penegakan hukum merupakan kebijakan berlandaskan sistem norma dan logika berupa asas dan kaidah, dan kekuatan normatif dari hukum harus dapat diwujudkan dalam perubahan perilaku masyarakat dan birokrasi ke arah cita-cita membangun negara hukum yang demokratis. Negara hukum demokratis itu digali dari tiga pilar yaitu penegakan berdasarkan hukum (rule by law), perlindungan HAM (enforcement of human right) dan akses masyarakat untuk memperoleh keadilan (acces to justice). (hal: 97)

Nilai yang dimaksud di sini adalah Pancasila sebagai nilai tertinggi untuk melakukan perubahan terhadap sistem norma dan sistem  perilaku yang berkeadilan sosial.  Atau tidak berlebihan mungkin jika hukum integratif yang dimaksud oleh Romli dikatakan hukum seolah-olah  adalah Pancasila. Tidak salah juga pendapat Romli karena dalam teori stufenbaut theory Hans Kelsen, bahwa dalam teori piramida mesti ada norma dasar dalam  setiap pembentukan peraturan perundang-undangan.

Hukum integratif adalah hukum yang hari ini (Kusumaatmadja) bisa berubah esok, karena perilaku warga masyarakat (Rahardjo) yang begitu dinamis namun dalam pembentukan hukum yang baru berdasarkan hukum yang responsif (Nonet and Zelznik) tidak dapat dilepaskan dari akar-akar budaya/ ciri khas bangsa indonesia yang telah tersublimasi dalam pancasila.

 

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...