Menyatukan Dewan Kehormatan Advokat; Mungkinkah?

Bahwa dalam  mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum, peran dan fungsi advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab adalah penting untuk tegaknya hukum dan keadilan, disamping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum serta lembaga penegak hukum lainnya. Sebagai pemberi jasa pelayanan hukum, profesi advokat merupakan profesi yang terhormat ( officium nobile).

Namun dalam prakteknya, ada advokat melakukan tindakan melanggar hukum dan norma-norma, serta etika profesi, sebagaimana yang sering diberitakan oleh media masa baik elektronik maupun media cetak.

Selain itu, permasalahan yang terjadi dalam profesi advokat baik terkait organisasi advokat, maupun masalah eksternal.  Konflik internal advokat mengenai organisasi tunggal memberikan dampak terhadap penegakan etika profesi advokat karena tugas organisasi advokat antara lain menyusun kode etik profesi advokat.  Sedangkan kode etik sendiri merupakan sarana atau alat untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi advokat dan advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi tersebut dan Pelaksanaan pengawasan kode etik profesi dilakukan oleh Organsiasi advokat. Dengan demikian, peran organsiasi advokat merupakan keniscayaan dalam penegakan kode etik profesi advokat.

Berbicara untuk menyatukan Dewan Kehormatan Advokat di Indonesia berarti bicara tentang penyatuan Organisasi Advokat yang ada  Indonesia  dan tidak akan ada habisnya,selalu menjadi bahan pembicaraan dengan  banyak perspektif hukum ,sosiologis bahkan politis. Organisasi Advokat PERADI semula menjadi wadah tunggal organisasi pemersatu Advokat dalam melaksanakan Visi & Misi Advokat-pun pada akhirnya pecah menjadi tiga Pasca Munas Peradi di Makassar, sebelum itu telah juga terbentuk Kongres Advokat Indonesia ( KAI )

Dalam kaitan ini Penulis juga ingin menanggapi tulisan Dr.H.Suhardi Somomoeljono,SH.,MH yang berhubungan dengan Organisasi Advokat menurut pendapatnya Organisasi Advokat “ Multi Bar “ terdapat dalam ARTIKEL KOMPASIANA 24 Maret 2016  dengan judul “ Pelurusan Sejarah Organisasi Advokat Secara Konstitusional  .” yang tidak sepenuhnya benar terutama dalam poin sbb ”Kejanggalan-kejanggalan yang sangat mencolok misalnya PERADI dalam anggaran dasarnya mengatur yang menjadi anggota PERADI adalah orang / para advokat di Indonesia. Sementara yang menjadi anggota KKAI itu bukan orang / para advokat, tetapi organisasi profesi advokat seperti halnya organisasi di Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menjadi anggota PBB itu bukan  orang / Warga Negara dari suatu negara, tetapi Negara-Negara.

Pendapat tersebut sangat bertentangan dengan semangat cita-cita para Advokat untuk membentuk wadah tunggal Organisasi Advokat “ Single Bar : yang tergabung dalam Komite Kerja Advokat Indonesia ( KKAI ) maupun Undang-Undang Advokat ,bahkan jauh sebelum itu Organisasi Gerakan Karya Justitia Indonesia ( GKJI ) kesatuan dari ormas SOKSI  yang menjadi bidan bagi terbentuknya organisasi Advokat dengan nama Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia ( HAPI ) telah merekomendasikan dalam Rakernas di Tretes tahun 1990 tenteng pembentukan wadah tunggal Advokat yang menjadi harapan Advokat di Indonesia dalam melaksakan pekerjaan secara Profesional. Dalam  hal ini penulis  juga sebagai Pendiri Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia       ( HAPI ) & anggota Komite Kerja Advokat Indonesia ( KKAI )  ikut mengambil peran berinisiatif dalam menggodok RUU Advokat.

Ada 5  hal yang menyatakan PERADI wadah tunggal Advokat :

  1. Kesepakatan Bersama Organisasi Profesi Advokat Indonesia yang menyatakan membentuk Komite Kerja Advokat Indonesia ( KKAI ) tanggal 11 Februari 2002.yang ditandatangai 7 Organisasi Advokat.
  2. Pengesahan Kode Etik Advokat Indonesia ( KEAI ) pada tanggal 23 Mei 2002 yang ditandatangani 7 Organisasi Adv
  3. Deklarasi pendirian Perhimpunan Advokat Indonesia ( PERADI ) tanggal 21 Desember 2004 yang ditandatangani 8 Organisasi Advokat
  4. Pasal 28 UU Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat yang bunyinya “Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat”
  5. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No: 014/PUU-IV/2006 tanggal 30 November 2006 “ Organisasi PERADI sebagai satu-satunya wadah profesi Advokat yang pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri             ( independent state organ ) juga melaksanakan fungsi negara.

 

Sumber Gambar: runesson.se

Kode Etik Advokat :

Bahwa semestinya organisasi profesi memiliki Kode Etik yang membebankan kewajiban dan sekaligus memberikan perlindungan hukum kepada setiap anggotanya dalam menjalankan profesinya. Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang dalam menjalankan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik, memiliki kebebasan yangdidasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada Kemandirian, Kejujuran, Kerahasiaan dan Keterbukaan. Bahwa profesi Advokat adalah selaku penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya, oleh karena itu satu sama lainnya harus saling menghargai antara teman sejawat dan juga antara para penegak hukum lainnya.

Oleh karena itu juga, setiap Advokat harus menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, serta setia dan menjunjung tinggi Kode Etik dan Sumpah Profesi, yang pelaksanaannya diawasi oleh Komisi Pengawas sebagai suatu lembaga yang eksistensinya telah dan harus diakui setiap Advokat tanpa melihat dari organisasi profesi yang mana ia berasal dan menjadi anggota, yang pada saat mengucapkan Sumpah Profesi-nya tersirat pengakuan dankepatuhannya terhadap Kode Etik Advokat yang berlaku.

Dengan demikian Kode Etik Advokat Indonesia adalah sebagai hukum tertinggi dalam
menjalankan profesi, yang menjamin dan melindungi namun membebankan kewajiban kepada setiap Advokat untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya baik kepadaklien, pengadilan, negara atau masyarakat dan terutama kepada dirinya sendiri.

Dewan Kehormatan Advokat :

Dewan kehormatan adalah lembaga atau badan yang dibentuk oleh organisasi profesi Advokat yang berfungsi dan berkewenangan mengawasi pelaksanaan kode etik Advokat sebagaimana semestinya oleh Advokat dan berhak menerima dan memeriksa pengaduan terhadap seorang Advokat yang dianggap melanggar Kode Etik Advokat.

Dalam Pasal 10 Kode Etik Advokat Indonesia menyebutkan :

  1. Dewan Kehormatan berwenang memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Advokat.
  2. Pemeriksaan suatu pengaduan dapat dilakukan melalui dua tingkat, yaitu: a. Tingkat Dewan Kehormatan Cabang/Daerah; b. Tingkat Dewan Kehormatan Pusat.
  3. Dewan Kehormatan Cabang/daerah memeriksa pengaduan pada tingkat pertama dan   Dewan Kehormatan Pusat pada tingkat terakhir.
  4. Segala biaya yang dikeluarkan dibebankan kepada: a. Dewan Pimpinan Cabang/Daerah dimana teradu sebagai anggota pada tingkat
  5. Dewan Kehormatan Cabang/Daerah; b. Dewan Pimpinan Pusat pada tingkat Dewan Kehormatan Pusat organisasi dimana teradu sebagai anggota; c. Pengadu/Teradu.

 

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN DEWAN KEHORMATAN :

Dalam UU Advokat disebutkan Keputusan Dewan kehormatan Pusat mempunyai kekuatan tetap sejak diucapkan dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri para pihak dimana hari, tanggal dan waktunya telah diberitahukan sebelumnya kepada pihak-pihak yang bersangkutan.serta  keputusan Dewan Kehormatan Pusat adalah final dan mengikat yang tidak dapat diganggu gugat dalam forum manapun,termasuk dalamMUNAS.

DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Sejak Januari 2017 mengeksekusi hukuman terhadap 108 advokat yang sudah berkekuatan hukum tetap . , Sebanyak 66 advokat diberhentikan sementara, 22 advokat menerima peringatan keras, 8 advokat menerima peringatan biasa dan 12 advokat dipecat..

Pelaksanaan eksekusi dikoordinasikan dengan instansi terkait, yakni Mahkamah Agung RI, Kemenkumham RI, Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, Ketua Pengadilan Tinggi, dan Ketua DPC Peradi setempat, , DPN Peradi telah melakukan eksekusi terhadap Putusan Dewan Kehormatan yang berkekuatan hukum tetap.

Apabila seseorang telah dipecat, maka Dewan Kehormatan Pusat atau Dewan
Kehormatan Cabang/Daerah meminta kepada Dewan Pimpinan Pusat/Organisasi profesi
untuk memecat orang yang bersangkutan dari keanggotaan organisasi profesi.

Berkaitan dengan eksekusi putusan Dewan Kehormatan Advokat pada tahun 2008, pengacara senior Todung Mulya Lubis diberhentikan secara tetap sebagai advokat melalui keputusan Majelis Kehormatan Daerah Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI ) DKI Jakarta. Keputusan Peradi tersebut keluar lantaran Todung dinilai melanggar kode etik advokat yaitu tentang benturan kepentingan dalam menangani kasus keluarga Salim Group.

Pelanggaran kode etik UU No 18\/2003 tentang kode etik advokat yang dilanggar Todung atas pengaduan Hotman Paris Hutapea atas putusan tersebut yang bersangkutan tidak melakukan banding ke Dewan Kehormatan Pusat PERADI tapi ke Kongres Advokat Indonesia ( KAI ) oleh Majelis Kehormatan KAI Todung Mulya Lubis terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan dikenakan hukuman satu setengah bulan ( 1,5 bulan ) non aktif sebagai Advokat,bahkan jauh sebelum itu telah dikenakan hukuman peringatan keras oleh Dewan Kehormatan IKADIN .

Atas putusan tersebutyang bersangkutan tetap bisa melakukan praktek beracara baik didalam maupun diluar pengadilan,.hal ini dapat menjadi contoh yang buruk betapa sulitnya penerapan hukum dalam pelaksanaan eksekusi terhadap putusan yang sudah tetap ( inkracht van gewijsde )   Mudah-mudahan kasus Todung Mulya Lubis tidak menjadi preseden yang buruk atas penegakan Etika dalam Profesi Advokat  di Indonesia  .

Pengalaman empiris penulis yang sejak tahun 2006 sampai sekarang menjadi anggota Dewan Kehormatan Daerah PERADI DKI Jakarta,sebagai Ketua Majelis telah menjatuhkan hukuman 12 bulan non aktif kepada OC Kaligis pada tahun 2012 atas pengaduan Elsa Syarif ,tidak bisa di eksekusi yang bersangkutan bebas melaksanakan pekerjaanya sebagai Advokat.tidak sampai disitu bahkan OC Kaligis menggugat putusan tersebut ke Pengadilan Negeri serta melaporkan Majelis Hakim ke pihak Kepolisian.Sampai perkaranya ke tingkat Kasasi OC Kaligis dikalahkan dan laporannya di tolak Kepolisian,karena tidak ada relevansinya.

Surat Pernyataan Bersama Organisasi Advokat-Organisasi Advokat Indonesia:

Sekarang ini beredar di kalangan Advokat surat Pernyataan Bersama Organisasi Advokat-Organisasi Advokat Indonesia pada tanggal 19 Desember 2017 yang ditanda tangani beberapa Organisasi Advokat akan membentuk Dewan Kehormatan bersama Advokat Indonesia,surat pernyataan ini sama maknanya  dengan Pengesahan Kode Etik Advokat Indonesia ( KEAI ) pada tanggal 23 Mei 2002 yang ditandatangani 7 Organisasi Advokat termuat dalam Aturan Peralihan Pasal 22 Organisasi-organisasi profesi tersebut dalam ayat 1 pasal ini akan membentuk Dewan Kehormatan sebagai Dewan Kehormatan Bersama, yang strukturakan disesuaikan dengan Kode Etik Advokat ini.

Surat Pernyataan bersama tersebut diatas sangat erat kaitannya dengan gugatan ke Pengadilan Dewan Pimpinan Nasional ( DPN ) PERADI dibawah kepemimpinan Dr. Fauzi Yusuf Hasibuan, selaku Ketua Umum, dan Thomas Tampubolon, selaku Sekretaris Jenderal, diwakili oleh Kuasa Hukumnya, Sapriyanto Refa, SH., MH sebagai Ketua Tim Hukum DPN PERADI menggugat DPN PERADI dibawah kepemimpinan Luhut MP Pangaribuan, dan DPN PERADI dibawah kepemimpinan Juniver Girsang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan terhadap Luhut MP Pangaribuan terdaftar dalam Reg Perkara Nomor: 667/Pdt.G/ 2017/PNJkt.Pst, dan Gugatan terhadap Juniver Girsang terdaftar dalam Reg Perkara Nomor: 683 / Pdt.G/ 2017 /PNJkt.Pst.

Dalam gugatan disebut bahwa Pengakuan masing-masing Dewan Pimpinan Nasional  ( DEPINAS ) Perhimpunan Advokat Indonesia ( PERADI ) tersebut  sangat merugikan Organisasi Advokat dan Profesi Advokat. Oleh karenanya dengan adanya tiga Organisasi Advokat PERADI dapat menurunkan kualitas Advokat karena masing-masing DPN PERADI berlomba-lomba untuk mencari Anggota dengan mengabaikan kualitas dalam rekrutmennya, dan menurunnya penghargaan masyarakat dan pihak-pihak terkait terhadap Organisasi Advokat PERADI.

Surat Ketua Mahkamah Agung RI No: 73/KMA/HK.01/IX/MA.

Memaknai Surat Ketua Mahkamah Agung RI No: 73/KMA/HK.01/IX/MA terdapat 8 butir poin yang kedua : “bahwa berdasarkan Surat Ketua MA Nomor 089/KMA/VI/2010 tanggal 25 Juni 2010 yang pada pokoknya Ketua Pengadilan Tinggi dapat mengambil sumpah para advokat yang telah memenuhi syarat dengan ketentuan bahwa usul penyumpahan tersebut harus diajukan oleh pengurus PERADI sesuai dengan jiwa kesepakatan tanggal 24 Juni 2010, ternyata kesepakatan tersebut tidak dapat diwujudkan sepenuhnya, bahkan PERADI yang dianggap sebagai wadah tunggal sudah terpecah dengan masing-masing mengklaim sebagai pengurus yang sah” Di samping itu, berbagai pengurus advokat dari organisasi lainnya juga mengajukan permohonan penyumpahan.

Dengan pecahnya Organisasi Advokat PERADI  tersebut sangat jelas menjadi trigger atau pemicu dikeluarnya surat Ketua Mahkamah Agung-RI No: 73/KMA/HK.01/IX/MA .hal ini juga sebagai peringatan yang serius bagi para pemimpin Organisasi Advokat agar tidak melanggar aturan organisasi untuk kepentingan diri maupun kelompoknya. Semoga  Putusan Pengadilan perihal kepengurusan Organisasi Advokat PERADI  dapat menjawab  bagi perbaikan Organisas Advokat.

Oleh : Sonny Kusuma,SH,.MH.CP,Sp

Pendiri Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia ( HAPI )

Sekretaris Dewan Kehormatan PERADI DKI Jakarta.

You may also like...