Merajut Asa di Bilik Suara

Sumber Gambar: arahjatim.com

SEPANJANG sejarah kepemiluan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dari sebelas kali pemilihan nasional dihelat, inilah kali pertama Pileg dan Pilpres jatuh tempo secara bersamaan. Tersemat harapan yang termaktub dengan pilihan concuren election itu, kelak di negeri persada ini terbentuk koalisi pemerintahan yang proporsional, bukan pemerintahan yang dead-lock.

Dan cita-cita mulia itu akan lepas berlalu, andaikata rakyat pemilih tidak cepat gegas menyambut kedatangannya. Segera hilangkan ego, satukan tekad, yakinkanlah diri bahwa harapan untuk perubahan di segala lini menuju kesejahteraan dan kemakmuran masih dapat dirajut, bersama dengan pemilu serentak 2019.

Tolak Uangnya

Rabu 17 April 2019 adalah unjuk pembuktian terkoneksinya pangreh dengan direh, bukan sekadar fiksi dan mitos yang telah lama diperjuangkan dengan darah dan air mata oleh para pendekar demokrasi di dunia. Ini bukan lagi, masanya memenjarakan fisik di rumah, apalagi menggunakan waktu pemilihan menjadi ajang bertabur liburan dan wisata. Ajaklah kerabat dan keluarga yang telah bersyarat hak pilih, mendatangi bilik suara, karena pada hari itu anda sedang dinantikan oleh KPPS setempat dalam menitipkan sejuta asa kepada orang yang layak menjadi wakil kita semua.

Jangan kaget saat anda “ditodong” dengan lima surat suara (Capres/Cawapres, DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota) oleh pegawai KPPS, karena memang sudah demikianlah cara dan instrumennya menunaikan hak yang hanya dapat tersalurkan, sekali dalam lima tahun. Sekali lagi, dengan melalui surat suara itu, anda sebagai pemilih yang akan menentukan kemana negeri ini akan didayung oleh orang-orang yang patut karena integritas dan kapasitasnya.

Hari itu tidak perlu peduli dengan segala godaan dan bujuk rayu yang bisa memengaruhi asas kebebasan memilih anda. Mereka yang melakoni sebagai pelaku politik uang sudah saatnya dikebumikan niat jahat dan segala akal bulusnya. Sudah cukup tontonan yang membelalakan mata secara telanjang, mereka yang pernah menodai integritas pemilu, pada akhirnya terciduk oleh komisi anti rasyuah.

Esok, di pagi yang semoga tetap cerah, start jam 07.00 sampai dengan jam 13.00 waktu setempat. Sudah waktunya bagi kita semua mengeksekusi kelompok elit dalam “rumah besarnya” mendiskualifikasi dari dambaan kursi kekuasaan, karena gemarnya membeli harapan pemilih dengan motif mengumpulkan pundi-pundi suara secara melawan hukum.

Itulah pilihan yang paling berfaedah dan tidak ada yang dirugikan. Tolak uangnya, dan jangan pilih orangnya. Oleh karena dengan menerima uangnya, memang tidak berimplikasi pidana, namun kalau terciduk oleh Bawaslu, apalagi sebagai peserta pemilu, bisa-bisa bernasib sial; jatuh ketimpa tangga pula. Sudah dipenjara dibatalkan lagi keterpilihannya dengan penggantian oleh peserta pemenang berikutnya.

Menolak uang dari peserta pemilu yang hanya mengandalkan kekayaan, ibarat menutup keadaan dari keinginan bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Sebab uang yang anda telah nikmati, mereka yang menderita. Beruntung kalau terpilih, namun kalau sebaliknya, mereka bisa jatuh miskin dan bisa-bisa menjadi penghuni binaan dan perawatan rumah sakit jiwa. Sekali lagi, jangan biarkan mereka menghabiskan uang dari nasib peruntungan yang tidak pasti. Marilah kita selamatkan mereka.

Asa Pemilih

Dan selanjutnya taktik jitu merajut asa di bilik suara, gunakanlah hak pilih bukan karena emosi, namun karena rasio yang berlatar logika dan akan sehat. Memilih karena pertimbangan akal sehat sudah dapat dipastikan menolak politik uang, namun bukan hanya itu yang bisa menjamin harapan elektoral, bisa ternyatakan dengan aksi dan tindakan nyata dari paslon dan calon yang dipilih.

Setumpuk janji, visi-misi, program kerja dan citra diri di masa kampanye kamarian, baik yang terpenetrasi melalui bahan dan alat peraga kampanye maupun melalui kampanye terbuka, setidak-tidaknya bisa menjadi uji verifikasi kita semua, siapa yang layak, siapa yang patut dititipkan asa dengan mencoblos namanya di bilik suara.

Atau bahkan lebih jauh telitilah orang-orang yang sudah memperkenalkan dirinya sebagai paslon dan calon di dapil tempat anda memilih. Bagaimanakah rekam jejak, pergaulan, habitat, dan kebiasaan sehari-harinya. Lingkungan merupakan faktor paling menentukan kepada mereka, apakah pernah mengabaikan amanah atau kadang cedera janji.

Biarkanlah asa di dalam dada ini terus menggumpal sembari siklus elektoral terus berjalan. Datang kemudian pergi lagi. Fajar keadaban akan terus terpancang dengan keikhlasan dan suka relanya para penyelenggara mewadahi kita semua, kita tetap harus menunaikan hak pilih dengan harapan akan terjadi perubahan pada meningkatnya kesejahteraan bersama.

Sudah bukan saatnya mengadu perbedaan dalam wacana, apalagi melalui dunia maya. Demokrasi datang dengan segala kekurangan dan kelebihannya, selesai dengan mematutkan yang berbeda menjadi satu. Perbedaan tidak perlu lagi didiskusikan, tetapi lebih berfaedah jika segera dieksekusi dalam bilik suara yang terjamin asas kerahasiannya.

Akhir kata, bilik suara yang akan kita temui di esok hari itu, tersimpan sejuta pesona, asa, dan cita-cita bersama. Tak ada pemilih yang menginginkan kemunduran, mereka semua pada mengimpikan kemajuan untuk diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negaranya.

Di sanalah, di bilik suara itu sedang tersimpan keyakinan dan ketulusan, anak bangsa yang terdiri atas 192.828.520 orang, laki dan perempuan semuanya sedang menaut dan merajut asa. Saat mimpi-mimpi itu sudah pada terlukiskan, di pundak para laskar penyelenggara pemilu, sedang tertagih kejujuran dan keadilannya.

Selamat memilih. Selamat Berpemilu. Damailah selalu Indonesiaku…!

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...