Mungkinkah Pemilu Ditunda?

Sumber Image: liputan6.com

Setelah Pemilu serentak pada 14 Februari 2024 diputuskan bersama DPR, pemerintah dan penyelenggara pemilu, pemberitaan hari-hari berikutnya disesaki dengan wacana penundaan pemilu yang dilontarkan beberapa elite partai politik. Meski sikap sebagian besar elite parpol lainnya menolak usulan tersebut, wacana penundaan pemilu ini masih menimbulkan tanda tanya, sebenarnya dari manakah pesan penundaan pemilu ini berasal. Terlebih, momentum pandemi Covid-19 dan tingginya beban biaya pemilu menjadi alasan yang cukup rasional bagi sebagian masyarakat.

Dalam praktiknya, berdasarkan data dari International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) terdapat beberapa negara yang melakukan Penundaan pemilu/pilkada dalam kurun waktu terakhir. Selandia Baru, Hong Kong, dan Bolivia merupakan negara yang menunda pelaksanaan pemilu di tengah tingginya peningkatan Covid-19 serta ditambah belum adanya penelitian yang memadai terkait dampak pandemi Covid-19 terhadap ketahanan kesehatan masyarakat pada waktu itu. Sehingga langkah penundaan pemilu diambil sebagai upaya untuk melindungi nyawa manusia, bagian pokok dari hak asasi manusia.

Di samping adanya beberapa negara yang menunda pemilu, terdapat negara yang tetap melaksanakan pemilu dalam situasi pandemi. Korea Selatan dan Singapura merupakan contoh negara yang melaksanakan pemilu di tengah tingginya peningkatan Covid-19 saat itu dengan memberlakukan protokol kesehatan yang ketat. Hasilnya, kesuksesan pemilu di Korea Selatan di tengah pandemi menjadi langkah mengatasi krisis di negaranya dan mendapatkan perhatian positif secara internasional. Keberhasilan serupa juga terjadi di Indonesia saat melaksanakan pilkada sebanyak 270 daerah pada 2020 lalu.

Pemilu dalam Konstitusi

Fakta penundaan pemilu tersebut tidak dapat digeneralisasi pada persoalan selain faktor pandemi. Beban biaya pemilu yang tinggi tidak serta merta dapat dijadikan dasar bagi penundaan pemilu. Bagi sebagian besar negara demokrasi di dunia, pelaksanaan pemilu secara berkesinambungan merupakan agenda utama setiap negara serta memasukkannya dalam konstitusi mereka. Bahkan dalam kondisi krisis ekonomi sekalipun, pemilu tetap dilaksanakan seperti di Venezuela pada 2020. Negara ini tetap melaksanakan pemilu di tengah kondisi krisis ekonomi yang diperparah dengan adanya pandemi.

Di Indonesia, pemilu dinyatakan secara tegas dalam konstitusi sebagai bagian penting dari demokrasi. Ketentuan pasal 22E ayat (1) UUD 1945 pada pokoknya telah dirumuskan secara jelas bahwa “pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.” Dalam pelaksanaannya, pemilu di Indonesia telah mengalami perkembangan pesat dengan adanya pemilu serentak legislatif dan eksekutif pada 2019. Capaian ini merupakan pendukung terhadap penguatan demokrasi yang meletakkan kesesuaian mekanisme pemilu dengan pilihan sistem pemerintahan serta mempertimbangkan aspek efisiensi dan pelaksanaan hak politik secara cerdas.

Dalam perspektif politik hukum, memang benar bahwa kehendak politik menjadi penentu bagi arah kebijakan hukum yang akan diambil pembentuk undang-undang. Dari sejarah pemilu pasca Reformasi memang masih terkesan bentuk pemilu yang ideal. Hal ini ditandai dengan model pelaksanaan pemilu yang berubah dari pemilu ke pemilu berikutnya. Setidaknya terdapat perubahan model yang menjadi perdebatan setiap penyusunan undang-undang pemilu yaitu dari keserentakan pemilu dan pilihan proporsional tertutup atau proporsional terbuka. Semua kebijakan ini adalah merupakan open legal policy pembentuk undang-undang dan bersifat konstitusional.

Namun, penundaan Pemilu 2024 tidak dapat dimasukkan dalam kerangka untuk penguatan demokrasi. Hal ini cukup jelas karena penundaan pemilu adalah pembangkangan konstitusi yang melanggar ketentuan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945. Wacana penundaan pemilu harus diletakkan sebagai ius constituendum yang merupakan konsep hukum yang dicita-citakan dan belum diakomodasi dalam konstitusi. Mahkamah Konstitusi telah memberikan rumusan pemilu konstitusional melalui Putusan MK 37/PUU-XVII/2019; pertimbangan hukumnya menyebutkan beberapa model pelaksanaan Pemilu, dan tetap dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.

Alternatif Penyelesaian

Pada dasarnya, konstitusi membuka kemungkinan adanya perubahan dalam menampung konsep hukum yang dicita-citakan secara konstitusional. Pasal 37 UUD 1945 pada pokoknya merumuskan bagaimana perubahan konstitusi itu dilakukan. Namun yang perlu digarisbawahi, konstitusi sebagai unsur penting dalam suatu negara harus dipatuhi sedangkan tindakan yang tidak diatur oleh konstitusi adalah inkonstitusional. Dalam konteks ini, wacana penundaan pemilu adalah inkonstitusional selama dalam konstitusi mengatur secara tegas bahwa pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.

Tanpa menutup mata terhadap fakta pandemi dan besarnya beban biaya pemilu, pada dasarnya terdapat beberapa upaya redesign pemilu yang konstitusional. Jika dilihat dari helicopter view, sebagian besar unsur pemilu seperti sistem, aktor, tahapan, manajemen, pembiayaan, etika, dan penegakan hukum, secara umum mengindikasikan masalah teknis. Prinsip penting dalam melakukan redesign pemilu adalah merumuskan pemilu yang bebas. Hal ini penting, karena merupakan salah satu syarat dasar bagi negara demokrasi perwakilan di bawah rule of law sebagaimana tertuang dalam International Commission of Jurist, Bangkok 1965.

Secara teknis, untuk mengatasi persoalan pandemi dan beban biaya pemilu yang tinggi dapat dilakukan melalui penyederhanaan pemilu. Pertama, pemberian suara dapat dilakukan dengan dukungan teknologi yang berdampak pada penghematan biaya logistik pemilu. Kedua, pemilu tidak dalam satu hari, sehingga dapat mengurangi risiko terpapar Covid-19. Ketiga, memunculkan alternatif pemberian suara dengan metode lain seperti melalui pos dan internet yang melindungi kesehatan masyarakat dan dapat menekan beban biaya tinggi sekaligus.

Oleh:

Sholehudin Zuhri

Pengurus IKA Magister Tata Kelola Pemilu Unpad, alumni FH Unej*

DETIKNEWS, 21 Maret 2022

Sumber; https://news.detik.com/kolom/d-5993192/mungkinkah-pemilu-ditunda.

You may also like...