Owner negarahukum.com: “DPR RI dan KemenKominfo Tolong Posting Naskah Lengkap hasil revisi UU ITE “

Sumber: birokrasinews.com/

Sumber: birokrasinews.com/

Sejak 28 November 2016, rilis pemberitaan dari berbagai media begitu ramai, dengan informasi seputar berlakunya ketentuan UUITE dari hasil perubahannya. Namun yang patut disayangkan atas berlakunya undang-undang tersebut, banyak kalangan di media sosial yang mengeluhkan betapa sulitnya untuk mendapatkan hasil revisi lengkapnya melalui akses media online.

Tak perlu lagi dipertanyakan, kebanyakan pengguna media sosial sudah pastinya sangat membutuhkan naskah revisi lengkapnya. Mereka pada ingin mengetahui sampai dimana batasannya seseorang bisa berkicau di media sosial, sehingga tidak akan terkualifikasi sebagai penghinaan melalui ITE. Ini penting sebab dalam ketentuannya, Pasal 27 ayat 3 sudah terdapat penjelasan tentang apa yang dimaksud: “mendistribusikan, mentransmisikan dan membuat dapat diaksesnya…” sementara dalam beberapa pemberitaan media cetak dan media onlie frasa dari ketentuan itu, satupun tidak ada yang mencantumkan penjelasannya.

Saya secara pribadi telah dua hari mencari hasil revisi lengkap UU ITE, baik melalui google hingga membuka website KemenKominfo dan DPR RI, akan tetapi juga tidak menemukannya.

Ini penting untuk disikapi oleh kita semua, regulasi yang seharusnya diketahui oleh public secara cepat, namun lembaga terkait seperti DPR RI dan Kominfo tidak menyediakannya.

Perubahan UU ITE hanya bisa didapat potongan-potongannya melalui berbagai pemberitaan, dengan beberapa poin perubahan, diantaranya:

  1. Untuk mengurangi multitafsir dan menghindari abuse of power terhadap ketentuan larangan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE, dilakukan dilakukan 4 (empat) perubahan sebagai berikut:
    1. Menambahkan penjelasan atas istilah “mendistribusikan, mentransmisikan dan membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik”.
    2. Menegaskan bahwa ketentuan tesebut adalah delik aduan bukan delik umum.
    3. Menegaskan bahwa ketentuan tersebut mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP.
    4. Menurunkan ancaman pidana dari maksimal 6 (enam) tahun penjara dan denda Rp 1 miliar menjadi 4 (empat) tahun dan denda Rp 750 juta.
  2. Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap 2 (dua) ketentuan sebagai berikut:
    1. Mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) yang semula mengamanatkan pengaturan tata cara intersepsi atau penyadapan dalam Peraturan Pemerintah menjadi dalam Undang-Undang.
    2. Menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) mengenai keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.
  3. Melakukan sinkronisasi ketentuan hukum acara dengan ketentuan hukum acara pada KUHAP, sebagai berikut:
    1. Ketentuan Pasal 43 ayat (3) mengenai Penggeledahan dan/atau penyitaan yang semula harus mendapatkan izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
    2. Ketentuan Pasal 43 ayat (6) mengenai penangkapan penahanan yang semula harus meminta penetapan ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 1×24 jam, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
  4. Memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) UU ITE pada ketentuan Pasal 43 ayat (5):
    1. Kewenangan membatasi atau memutuskan akses terkait dengan tindak pidana teknologi informasi pada ketentuan Pasal 43 ayat (5) huruf h; dan
    2. Kewenangan meminta informasi terkait tindak pidana teknologi informasi dari Penyelenggara Sistem Elektronik pada ketentuan Pasal 43 ayat (5) huruf i.
  5. Menambahkan ketentuan mengenai “the right to be forgotten” atau “hak untuk dilupakan” pada ketentuan Pasal 26, sebagai berikut:
    1. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
    2. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik  yang sudah tidak relevan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    3. Ketentuan mengenai tata cara penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
  6. Memperkuat peran Pemerintah dalam memberikan perlindungan dari segala jenis gangguan akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik dengan menyisipkan kewenangan tambahan pada ketentuan Pasal 40:
    1. Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang, sesuai ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
    2. Dalam melakukan pencegahan, Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.

Melalui artikel ini, saya (owner negarahukum.com) mewakili seluruh elemen, meminta kepada DPR RI dan KemenKominfo agar segera menyediakan postingan hasil revisi UU ITE, demi keterbukaan informasi publik, dan memberikan kesempatan kepada seluruh khalayak perguruan tinggi mengkaji dan menganalisisnya.

You may also like...