Pasal 38 Ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional

Para sarjana hukum internasional memandang Pasal 38 ayat 1 statuta Mahkamah Internasional sebagai hukum internasional dalam arti formal meskipun statuta itu secara eksplisit tidak menyatakan demikian. Sebenarnya statuta tersebut, sebagaimana statuta pada umumnya hanyalah berfungsi sebagai dasar  atau landasan bagi berdiri dan bekerjanya suatu organisasi internasional.

Jadi hanya berlaku dan mengikat bagi organisasi internasional itu sendiri. Demikian juga Pasal 3 ayat 1 statuta Mahkamah Internasional, hanya berlaku bagi Mahkamah terutama dalam memeriksa dan memutuskan perkara yang diajukan ke hadapannya. Tegasnya Mahkamah dalam memeriksa dan memutus perkara seyogiayanya berdasarkan pada apa yang ditentukan dalam Pasal 3 ayat 1.

Namun para sarjana memandang, bahwa Pasal 3 ayat statuta mengandung suatu nilai hukum yang berlaku umum. Dengan perkataan lain, mereka memandangnya sebagai hukum internasional dalam arti formal, sebab dalam bentuk-bnetuk seperti itulah Mahkamah seyogianya mencari dan menemukan peraturan hukumnya untuk diterapkan pada perkara-perkara yang sedang diperiksanya.

Secara eksplisit dalam Pasal 3 ayat 1 statuta Mahkamah internasional sebagai berikut:

The court whose function is to decide in acoprdance with international law such dispute as are submitted to it, shall apply:

  1. International convebntion whether general or particular estabilishing rules expressly recognized by the contesting state.
  2. International costum as evidence of a general practices accepted as law.
  3. The general principle as law recognized by civilized nation.
  4. Subject to the provision of article 59, judicial decisions and theaching of most highly qualified publicists of the nation, as subsidiary means for the determination of rules of law.

Selanjutnya dalam pasal 38 ayat 2 juga ditegaskan “ this provision shall not prejudice the power of the court to decide a cases ex aeque et bono, if the parties agree thereto

Berdasarkan Pasal 38 ayat 1 dan ayat 2 tersebut tampak jelas bahwa keduanya itu merupakan petunjuk bagi Mahkamah dalam memeriksa dan memutuskan suatu perkara yang diajukan ke hadapannya. Dilihat dari sisi lain sama artinya, bahwa Pasal 3 ayat 1 itu dapat dipandang sebagai sumber hukum dalam arti formal bagi Mahkamah. Dalam bentuk-bentuk hukum seperti itulah Mahkamah dapat mencari dan menemukan kaidah-kaidah hukum internasional dalam memeriksa dan memutuskan suatu perkara yang diajukan ke hadapannya.

Suatu pertanyaan dapat dikemukakan, apakah badan-badan penyelesaian sengketa yang lainnya seperti Badan Arbitrase Internasional, Makamah Pidan Internasional, Mahkamah Hukum Laut Internasional, Mahkamah Pidan Internasional Dalam Kasus Yogoslavia, Mahkamah Pidana Internasional Dalam Kasus Rwanda, Mahkamah Hak-Hak Asasi Manusia Eropa dan lain-lainnya tidak bisa berpedoman pada atau mencari dan menemukan peraturan-peraturan baru bentuk-bentuk hukum internasional seperti ditentukan dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah internasional ?

Jawabannya adalah secara tegas dapat diberikan, bahwa tidak tertutup kemungkinan badan-badan peradilan itu untuk melakukan hal yang sama seperti halnya Mahkamah Internasional. Dengan demikian maka terbuktilah, bahwa sifat umum  dari isi dan jiwa, Pasal 3 ayat 1 tersebut. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk tidak memandang Pasal 38 statuta itu sebagai sumber hukum  internasional dalam arti formal.

 

Disarikan Dari Tulisan I Wayan Parthiana (Pengantar Hukum Internasional)

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...