Pendiskualifikasian Erdi Dabi Sudah Final

Sumber Gambar: sindonews.net

Benar-benar di luar dugaan. Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Bupati dan Wakil Bupati Yalimo gelombang kedua yang kembali diajukan oleh Lakius Peyon – Nahum Mabel. Dengan salah satu petitum permohonan, menyatakan diskualifikasi terhadap Erdi Dabi sebagai pemenang suara terbanyak, karena terbukti melakukan tindak pidana (yang diancam pidana penjara paling lama 5 tahun) berdasarkan Pasal 311 ayat (1), ayat (2), dan ayat (5) Undang-undang Lalu Lintas & Angkutan Jalan (UU LLAJ), Mahkamah Konstitusi mengabulkannya.

Dan hanya selang beberapa menit, pasca putusan itu dibacakan oleh MK secara daring. Pendukung Erdi Dabi bereaksi rusuh hingga terjadi aksi pembakaran fasilitas umum: Kantor KPU, Bawaslu, Dinas Kesehatan, Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung (BPMK), Bank Papua, Kantor Dinas Perhubungan dan sejumlah kios milik masyarakat.

Sekalipun sebelumnya, saya termasuk kuasa hukum Lakius Peyon – Nahum Mabel dalam gelombang pertama permohonan perselisihan hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Yalimo bersama dengan ATP, Muh. Nursal NS, Baron Harahap Saleh, Said Sabiq dan Agus Mulyadi. Saya tidak sepenuhnya sejalan dengan Putusan MK Nomor: 145/PHP.BUP-XIX/2021  .

Sejak awal, sebelum masalah ini mencuat ke publik, yaitu ketika Erdi Dabi sudah divonis terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan UU LLAJ. Pada bulan Februari 2021 kemarin, dimana Erdi tidak mengajukan upaya hukum banding, sehingga putusan Pengadilan Negeri menjadi inkra. Di media sosial facebook, saya sudah menuliskan bahwa normalnya sekalipun UU Pemilihan dan PKPU Pencalonan tidak diatur pembatalan calon yang berstatus terpidana sebelum digelar PSU atas perintah MK. Erdi seharusnya dibatalkan, dan hanya kepada John W. Wilil seorang yang dapat dipilih dalam PSU melawan Erdi Dabi – Nahum Mabel.

Argumentasi hukumnya, yakni berpijak dari rumusan Pasal 82 huruf e PKPU No. 3/2013 tentang Pencalonan Pemilihan (sebagaimana telah diubah dengan PKPU No. 9 tahun 2020 tentang Perubahan Keempat PKPU Pencalonan Pemilihan): ”Dalam hal salah satu calon dari Pasangan Calon berhalangan tetap atau dijatuhi pidana berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 29 (dua puluh sembilan) hari sebelum hari pemungutan suara, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik tidak dapat mengusulkan calon pengganti, salah satu calon dari Pasangan Calon yang tidak berhalangan tetap atau tidak dijatuhi pidana berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap ditetapkan sebagai Pasangan Calon.”

Meskipun ketentuan tersebut mengatur tentang penggantian calon sebelum pemungutan suara yang normal (maksudnya bukan PSU). Tetapi pada dasarnya, angel dari ketentuan tersebut mengirim sinyal, bahwa selama pemungutan suara belum berlangsung, calon terpidana tidak memenuhi syarat untuk dipilih. Tentu dibalik solusi ini akan memunculkan pertanyaan, mengapa si calon wakil masih bisa ikut sendiri sebagai peserta pemilihan di PSU? Jawabannya, karena ada suara pemilih yang harus dipertahankan untuk si calon pada pelaksanaan PSU dari hasil suara pemungutan suara sebelumnya.

Cara ini sesungguhnya bisa ditempuh oleh MK dalam PHP Yalimo, cukup dalam amar putusan memerintahkan PSU kembali, didua distrik (Welarek dan Apalapsili). Dengan peserta pemilihan John Wilil melawan Lakius Peyon – Nahum Mabel. Pun kalau ternyata nanti yang mendapatkan suara terbanyak setelah PSU menjadi milik John Wilil, silakan dilantik, dan untuk wakilnya diisi dengan cara dipilih oleh DPRD Yalimo berdasarkan calon yang diajukan oleh Parpol pengusung (PKB, Gerindra, dan PBB).

Namun bukan itu yang terjadi, MK malah memerintahkan KPU Kabupaten Yalimo selain melakukan pemilihan ulang disemua distrik, juga harus kembali dibuka pendaftaran paslon untuk mencari peserta pasangan calon yang akan melawan lakius Peyon – Nahum Mabel. John Wilil tetap bisa kembali mencalon, bisa sebagai calon bupati atau sebagai calon wakil bupati sepanjang ada pasangannya yang memenuhi persyaratan berdasarkan perundang-undangan. Pun bagi pasangannya John Wilil yang baru itu harus dilakukan verifikasi oleh KPU. Termasuk dalam hal ini, jika ada pasangan calon lain yang mendaftar, berlaku pula kewajiban bagi KPU untuk melakukan verifikasi.

Putusan PHP Yalimo ini bisa dikata bertolak belakang dengan putusan PHP Boven Digul kemarin yang nyata-nyata calon wakil dari Yusak Yaluwo (Yakobus Waremba), turut juga didiskualifikasi (Vide: Putusan MK No: 132/PHP.BUP-XIX/2021, bandingkan pula dengan Putusan PHP Sabua Raijua, Putusan MK No: 134/PHP.BUP-XIX/2021 Juncto Putusan MK No: 135/PHP.BUP-XIX/2021).

Termasuk bertentangan pula dengan putusan sebelumnya dalam kasus PHP Kota Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010 (Putusan MK Nomor: 12/PHPU.D-VIII/2010). Sekalipun kala itu berlaku juga PSU untuk semua wilayah, hanya calon kepala daerah dibatalkan (H.M. Syafri Chap), kemudian wakilnya Ir. H. Hafas Fadillah, MAP., M.Si. tetap diberi kesempatan untuk mencari calon walikota pengganti sebagai syarat peserta dalam PSU, namun MK sama sekali tidak memerintahkan kepada KPU untuk membuka pendaftaran pasangan calon baru.

Dengan putusan ini, sangat merugikan pastinya bagi John Wilil, dikarenakan untuk calon Bupati pendampingnya bukan menggunakan mekanisme penggantian. Parpol pengusungnya tidak berada dalam “ikatan” harus kembali mengajukan calon pengganti yang wajib mendampingi John Wilil. Parpol pengusungnya dapat saja mengusung paslon lain, bahkan bisa dibajak cukup satu partai (misalnya  PBB (1) atau Gerindra (1) atau PKB (3); syarat dukungan parpol harus 5 kursi) oleh Lakius Peyon – Nahum Mabel, sehingga Lahum bisa melenggang sebagai paslon tunggal melawan kolom kosong.

Putusan MK Nomor: 145/PHP.BUP-XIX/2021 justru kelak akan menciptakan ketidakadilan bagi calon atau pasangan calon yang baru. Mereka tidak diberikan kesempatan untuk mengadakan kegiatan kampanye, menyampaikan visi misinya, sebagaimana kesempatan itu jelas sudah didapatkan oleh Lakius Peyon – Nahum Mabel. Itu belum disinggung, bagaimana jika ada paslon perseorangan, mampukah KPU Yalimo melakukan vermin dan verfak ditengah waktu pemilihan ulang yang sangat terbatas diberikan oleh MK (120 hari sejak dibacakannya putusan MK).

Tak ada lagi jalan yang bisa dilakukan oleh Erdi untuk diakomodasi hak politiknya sebagai peserta dalam pemilihan ulang Yalimo, kecuali menanti jeda lima tahun sejak selesai menjalani masa pemidanaannya. Putusan Pengadilan Negeri Jayapura yang menyatakan dirinya sebagai terpidana sudah inkra. Pun kalau hendak mengajukan upaya hukum peninjauan kembali, tidak ada juga pengaruhnya dengan Putusan MK yang sudah final mendiskualifikasinya.

Siapa yang salah sehingga Erdi didiskualifikasi? Mungkin Erdi sendiri, atau mungkin juga kuasa hukumnya tidak jeli memainkan “celah hukum.” Mengapa dibulan Februari kemarin sejak dirinya dinyatakan terbukti dengan sengaja melanggar Pasal 311 ayat (1), ayat (2), dan ayat (5) UU LLAJ oleh PN Jayapura. Tidak mengajukan upaya hukum banding hingga kasasi. Toh kalau putusan banding atau kasasi itu tidak menganulir putusan pengadilan tingkat  pertama, setidak-tidaknya Erdi bisa mengulur waktu atas statusnya sebagai terpidana akan inkra nanti setelah dilantik sebagai Bupati Kabupaten Yalimo.

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...