Penerapan Hermeneutika


Di kota Yunani. Ada mitologi yang berlaku dikalangan masyarakatnya. Tokoh mitologi itu adalah Hermes. Hermes diyakini sebagai seorang utusan yang mempunyai tugas menyampaikan pesan Jupiter kepada manusia. Hermes dilukiskan layaknya sebagai seorang yang mempunyai kaki bersayap dan lebih banyak dikenal dengan sebutan Merkurius dalam bahasa latin.

Hermes bertugas menterjemahkan pesan-pesan dari Dewa di gunung Olympus ke dalam bahasa yang dimengerti oleh manusia. Fungsi Hermes sangat penting, sebab bila terjadi kesalahpahaman (misunderstanding) tentang pesan Dewa-dewa, akibatnya akan fatal bagi seluruh umat manusia.

Hermes inilah kemudian diturunkan menjadi kata benda “Hermeneia” yang secara harfiah diartikan sebagai penafsiran/ interpretasi, lalu membentuk kosa-kata Hermeneutika. Dalam kosa-kata kerja, ditemukan istlah Hermeneuo, Hermeneuein, Hermeneuo artinya mengungkapkan pikiran-pikiran seorang dalam kata-kata, dan Hermeneuein bermakna mengartikan,  menafsirkan atau menerjemahkan dan juga bertindak sebagai penafsir. Dalam arti yang sederhana hermeneutika, merupakan usaha untuk beralih dari sesuatu yang relatif gelap ke sesuatu yang lebih terang.

Disiplin ilmu pertama, banyak menggunakan hemeneutik adalah ilmu tafsir kitab suci. Semua karya yang mendapatkan inspirasi Ilahi seperti Al-qur’an, kitab Taurat, kitab-kitab Veda dan Upanishad supaya dapat dimengerti memerlukan interpretasi.

Teks sejarah yang dituliskan dalam bahasa yang rumit. Beberapa Abad tidak dipedulikan oleh pembacanya. Tidak dapat dipahami dalam kurun waktu seorang tanpa penafsiran yang benar. Istilah-istlah yang dipakai mungkin ada kesamaannya, tetap arti atau makna istilah itu bisa berbeda. Perang pada zaman dahulu dengan perang zaman sekarang pada hakikatnya adalah sama saja. Perang Troya maupun taktik Hanibal hanya dapat diapresiasikan dalam kurun waktu mereka sendiri. Seperti orang-orang nomad berperang karena mereka memperebutkan sumber air.

Demikian halnya dnegan interpretasi terhadap Hukum (baca: perundang-undangan), selalu berhubungan dengan isinya. Setiap hukum mempunyai dua segi yakni yang tersurat dan yang tersirat, atau bunyi hukum dan semangat hukum. Dalam menerjemahkan pasal-pasal, adalah bahasa menjadi instrumen penting untuk mengetahui makna dibalik teks pasasl-pasal itu. Subtilitas intelligendi (ketepatan pemahaman) dan subtilitas explincandi (ketepatan penjabarannya)  adalah sangat relevan bagi hukum.

Dalam ruang lingkup kesusasteraan, kebutuhan tentang hermeneutik sangatlah ditekankan. Tanpa interpretasi atau penafsiran, pembaca tiak akan mengerti atau menangkap jiwa zaman dimana kesusasteraan itu dibuat. Siapa yang tidak tahu karya Shakespeare ?  yang selalu ditafsirkan berbeda diantara zamannya.

Dalam bidang Filsafat, terpenting lagi. Hermeneutik amat berperan. Bukankah pada kenyataannya, keseluruhan Filsafat adalah interpretasi, pembahasan seluruh isi alam semesta ke dalam bahasa kebijaksanaan manusia merupakan kerja interpretasi. Jelaslah bahwa kembalinya minat hermeneutik terletak di dalam Filsafat. Namun dalam Filsafat tidak ada aturan baku untuk melakukan interpretasi, seperti yang terjadi dalam lingkup kesusasteraan.  Bagaimana interpretasi yang dimainkan oleh Aritoteles terhadap gurunya Plato ? Aristoteles yang menyatakan “Amicus Plato Sed Magis Amica Vertas” (Plato adalah seorang sahabat, tetapi sahabat yang lebih akrab lagi adalah kebenaran). Artinya menurut Aristoteles di sini belum mengajarkan kebenaran sebagaimana yang diinginkan  oleh Aristoteles.

Mungkin saja, Aristoteles “sedikit” kurang  tahu jasa dan budi Plato, seperti yang pernah dikemukakan oleh Alfred North Whithead (1965: 53) “seluruh filsafat barat tidak lain adalah catatan kaki filsafat Plato”

Cara pandang berbeda terhadap Plato melalui hermeneutika, makna dapat saja berbeda berdasarkan siapa yang menafsirkannnya, keadaan khusus yang berkaitan dengan waktu, tempat, ataupun situasi yang dapat mewarnai arti sebuah peristiwa bahasa.

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...