Pengertian Perizinan

Perizinan tidak lahir dengan sendirnya secara serta merta, namun mestinya ditopang oleh “wewenang” yang telah diberikan kepada pejabat publik (pemerintah sebagai pelaksana undang-undang/ chief excecutive). Pada akhirnya pemberian Izin oleh pemerintah kepada orang/ individu dan badan hukum dilaksanakan melalui surat keputusan atau ketetapan yang selanjutnya menjadi ranah hukum administrasi negara.

Sumber Gambar: ekbis.sindonews.com

Sumber Gambar: ekbis.sindonews.com

Berikut dikemukakan beberapa pengertian perizinanan dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli hukum administrasi negara:

  1. Penetapan perizinan sebagai salah satu instrumen hukum dari pemerintah yaitu untuk mengendalikan kehidupan masyarakat agar tidak menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku serta membatasi aktifitas masyarakat agar tidak merugikan orang lain. Dengan demikian, perizinan lebih merupakan instrumen pencegahan atau berkarakter sebagai preventif instrumental. (I Made Arya Utama).
  2. Izin (vergunning) adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Selain itu izin juga dapat diartikan sebagai dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan (Adrian Sutedi).
  3. Perizinan dapat diartikan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Bentuk perizinan antara lain: pendaftaran, rekomenadasi, sertifikasi, penentuan kuota dan izin untuk melakukan sesuatu usaha yang biasanya harus memiliki atau diperoleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat melaksanakan suatu kegiatan atau tindakan. Dengan memberi izin, pengusaha memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang demi memperhatikan kepentingan umum yang mengharuskan adanya pengawasan. (Andrian  Sutedi).
  4. Izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan suatu tindakan atau perbuatan tertentu yang selama ini dilarang (Bagir Manan).
  5. Perizinan dapat didefenisikan dalam arti luas dan dalam arti  sempit. Dalam arti luas yakni merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenaan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya. Sedangkan dalam arti sempit yakni pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun di mana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekedarnya. Hal pokok pada izin dalam arti sempit adalah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenaan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah untuk hanya memberi perkenaan dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu/ dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan (N.M. Spelt dan J.B.J.M Ten Berge).
  6. Instrumen perizinan digunakan untuk mengarahkan/ mengendalikan (aturan) aktifitas tertentu, mencegah bahaya yang dapat ditimbulkan oleh aktifitas tertentu, melindungi objek-objek tertentu, mengatur distribusi benda langka, Seleksi orang dan/atau aktifitas tertentu. Dengan tujuan yang demikian maka setiap izin pada dasarnya membatasi kebebasan individu. Dengan demikian wewenang membatasi hendaknya tidak melanggar prinsip dasar negara hukum, yaitu asas legalitas (Philipus M. Hadjon).
  7. Perizinan terbagi dalam tiga pengertian: Dispensasi-izin-konsesi. Yang dimaksud dengan dispensasi adalah keputusan negara yang membebaskan suatu perbuatan dari kekuasaan suatu peraturan yang menolak perbuatan itu. Sebuah contoh : Pasal 29 KUHPerdata menerangkan bahwa seorang lelaki yang umurnya belum 18 tahun dan seorang perempuan yang belum berumur 15 tahun tidak boleh menikah. Tetapi karena alasan-alasan penting, Menteri Kehakiman (dalam sistem pemerintahan kabinet presidentil, presiden yang bertanggung jawab) dapat memberi dispensasi terhadap larangan tersebut. Bila mana pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka keputusan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (Van der Poot).
  8. Izin itu sebagai suatu perbuatan hukum yang bersegi satu yang dilakukan oleh pemerintah, sedangkan konsesi adalah suatu perbuatan hukum yang bersegi dua, yakni suatu perjanjian yang diadakan antara yang memberi konsesi dan yang diberi konsesi (Kranenburg-Vegting).
  9. Izin atau vergunning adalah “dispensasi dari suatu larangan”. Rumusan yang demikian menumbuhkan dispensasi dengan izin. Dispensasi beranjak dari ketentuan yang dasarnya “melarang” suatu perbuatan, sebaliknya “izin” beranjak dari ketentuan yang pada dasarnya tidak melarang suatu perbuatan tetapi untuk dapat melakukannya disyaratkan prosedur tertentu harus dilalui (Prajudi Atmosoedirdjo).
  10. Bahwa istilah izin dapat diartikan tampaknya dalam arti memberikan dispensasi dari sebuah larangan dan pemakaiannya dalam arti itu pula (WF. Prins).
  11. Bilamana pembuatan peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkrit maka perbuatan administrasi Negara memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (Uthrecht).
  12. Suatu penetapan yang merupakan dispensasi dari suatu larangan oleh undang-undang yang kemudian larangan tersebut diikuti dengan perincian dari pada syarat-syarat , kriteria dan lainnya yang perlu dipenuhi oleh pemohon untuk memperoleh dispensasi dari larangan tersebut disertai dengan penetapan prosedur dan juklak (petunjuk pelaksanaan) kepada pejabat-pejabat administrasi negara yang bersangkutan (Prajudi Atmosoedirdjo).
  13. Perbuatan hukum Negara yang bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana diteapakan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Syahran Basah).
  14. Merupakan bagian dari hubungan hukum antara pemerintah administrasi dengan warga masyarakat dalam rangka menjaga keseimbangan kepentingan antara masyarakat dengan lingkungannya dan kepentingan individu serta upaya mewujudkan kepastian hukum bagi anggota masyarakat yang berkepentingan (Ateng Syafruddin).

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...