Pengertian Tindak Pidana

Istilah  tindak  pidana  berasal  dari  istilah  yang  dikenal  dalam  hukum  pidana  yaitu  strafbaarfeit. walaupun  istilah  ini  terdapat  dalam  WvS  Belanda,  tetapi  tidak  ada  penjelasan  resmi  tentang  apa  yang  dimaksud  dengan  strafbaarfeit  itu.

Menurut Adam Chazawi (2002: 70) mengemukakan

Strafbaarfeit  itu  dikenal  dalam  hukum  pidana,  diartikan  sebagai  delik,  peristiwa  pidana,  dan  tindak  pidana.  Strafbaarfeit  terdiri  dari  3  (tiga)  kata  yaitu  strafbaar,  dan  feitStraf  diartikan  sebagai  pidana  dan  hukum,  baar  diartikan  sebagai  dapat  dan  boleh.  Sedangkan  feit  diartikan  sebagai  tindak,  peristiwa,  pelanggaran,  dan  perbuatan.  Bahasa  inggrisnya  adalah  delict. Artinya, suatu  perbuatan  yang  pelakunya  dapat  dikenakan  hukuman  (pidana).”

 

Pengertian tindak pidana/ delik dapat diuraikan sebagaimana dikemukakan oleh Adam Chazawi (2002: 72-73) sebagai berikut:

  1. Menurut  Halim, delik  adalah  suatu  perbuatan  atau  tindakan  yang  terlarang  dan  diancam  dengan  hukuman  oleh  undang-undang  (pidana).
  2. Moeljatno  mengatakan  bahwa  suatu  strafbaarfeit  itu  sebenarnya  adalah  suatu  kelakuan  manusia  yang  diancam  pidana  oleh  peraturan  perundang-undangan.
  3. Istilah  strafbaarfeit  kemudian  diterjemahkan  kedalam  bahasa  Indonesia  oleh  Rusli  Effendy  (1986: 2)  delik  adalah  perbuatan  yang  oleh  Hukum  Pidana  dilarang  dan  diancam  pidana  terhadap  siapa  yang  melanggar  larangan  tersebut”.

 

Apabila  diperhatikan  rumusan  tersebut  di  atas,  maka  dapat  ditarik  kesimpulan  bahwa  istilah  peristiwa  pidana  sama  saja  dengan  istilah  delik,  yang  redaksi  aslinya  adalah  strafbaarfeit. Pengertian  peristiwa  pidana  atau  delik  di  atas  mengandung  makna  sebagai  suatu  perbuatan  yang  oleh  hukum  pidana  dilarang  dan  disertai  dengan  ancaman  atau  hukuman  bagi  siapa  saja  yang  melanggar  larangan  tersebut.

Demikianpun, menurut Bambang  Purnomo  (1983: 81) starbarfeit oleh para ahli hukum pidana menguraikan perbuatan pidana sebagai:

  1. Perbuatan  yang  dilarang  oleh  suatu  aturan  hukum,  larangan  mana  yang  disertai  ancaman  (sanksi  yang  berupa  pidana  tertentu  bagi  barang  siapa  yang  melanggar  larangan  tersebut). (Moeljatno,  1985: 54
  2. Suatu  perbuatan  yang  dilarang  atau  diwajibkan  oleh  undang-undang  yang  apabila  dilakukan  atau  diabaikan,  maka  orang  yang  melakukan  atau  mengabaikan  akan  diancam  dengan  pidana. (Soesilo, 1984:6)

Hal ini kemudian ditegaskan secara konkret oleh  Bambang  Purnomo  (1983: 90)  dengan mensatir terminologi delik dalam KUHP bahwa

“Didalam  Kitab  Undang-Undang  Hukum  Pidana  (KUHPid)  dikenal  dengan  istilah  strafbaarfeit.  Kepustakaan  tentang  hukum  pidana  sering  mempergunakan  istilah  delik  sedangkan  pembuat  undang-undang  dalam  merumuskan  strafbaarfeit  mempergunakan  istilah  peristiwa  pidana  tanpa  mempersoalkan  perbedaan  istilah  tersebut.“

Lebih  lanjut,  Bambang  Poernomo (1983: 91) menjelaskan  bahwa

“Istilah  delik,  strafbaarfeit,  peristiwa  pidana  dan  tindak  pidana  serta  perbuatan  pidana  mempunyai  pengertian  yang  sama  yaitu  suatu  perbuatan  yang  dilarang  oleh  aturan  hukum  dan  larangan  tersebut  disertai  dengan  ancaman  dan  sanksi  berupa  pidana  yang  melanggar  larangan  tersebut.“

Demikianpun Pompe  (Lamintang, 1985: 173)  memberikan  batasan  pengertian  istilah  strafbaarfeit  sebagai  berikut

“Secara  teoritis  strafbaarfeit  dapat  dirumuskan  sebagai  suatu  pelanggaran  norma  (ganguan  terhadap  ketertiban  hukum/ law ordeer)  yang  dengan  sengaja  ataupun  tidak  sengaja  telah  dilakukan  oleh  seorang  pelaku,  dimana  penjatuhan  hukuman  terhadap  pelaku  tersebut  adalah  perlu  demi  terpeliharanya  tertib  hukum  dan  terjaminnya  kepentingan  hukum”.

Dari  sekian  banyak  pengertian  atau  rumusan  yang  dikemukakan  oleh  para  ahli  hukum  pidana  di  atas,  nampaknya tidak ada ketegasan untuk menetapkan secara absolut dalam berbagai literatur buku, artikel maupun jurnal, perihal pemakaian kata yang tepat dari terminologi tindak pidana,  seperti  halnya   yang  dikemukakan  oleh  Rusli  Effendy  (1986:  46)  bahwa

“Definisi  dari  peristiwa  pidana  sendiri  tidak  ada.  Oleh  karena  itu  timbullah  pendapat-pendapat  para  sarjana  mengenai  peristiwa  pidana.  Dapat  dikatakan  tidak  mungkin  membuat  definisi  mengenai  peristiwa  pidana,  sebab  hampir  dalam  Kitab  Undang-Undang  Hukum  Pidana  (KUHP)  mempunyai  rumusan  tersendiri  mengenai  hal  itu.“

Namun dalam berbagai literatur istilah yang sering digunakan adalah tindak pidana sebagai hasil terjemahan menjadi bahasa indonesia, demikianpun dalam arti kamus lebih cenderung para penulis dan pengamat ahli hukum (baik teoritisi maupun partisipan hukum) lebih lazim menggunakan istilah tindak pidana.

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...