Perubahan dalam Sistem dam Struktur Pemerintahan

Sumber Gambar: solopost.com

Semenjak proklamasi pada 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia mengalami beberapa kali perubahan sistem dan struktur pemerintahan. Setelah proklamasi kemerdekaan, sejak 18 Agustus 1945 bentuk dan sistem pemerintahan kita dikenal dengan negara kesatuan (unitary system).

Tiga bulan kemudian, pada 24 November 1945, bentuk negara kesatuan berubah menjadi negara serikat (federal system). Alasan yang menonjol saat itu, kekuasaan presiden yang besar dikhawatirkan negara-negara lain akan menjadi kekuasaan yang otoriter seperti Jepang yang baru menjajah kita.

Dalam bentuk negara serikat ini mulai tumbuh partai politik. Bung Karno yang menjadi presiden dan berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintah di negara kesatuan tetap menjadi presiden dan Bung Hatta juga tetap menjadi wakil presiden. Namun, Bung Karno hanya berfungsi sebagai kepala negara, sebaliknya yang menjadi kepala pemerintah adalah pimpinan partai politik yang disebut sebagai perdana menteri.

Negara kesatuan berubah menjadi negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dan UUD 1945 diganti dengan Undang-Undang Sementara 1950, UUD RIS. Semenjak itu, pemerintah pusat dipimpin oleh perdana menteri dan pemerintah daerah oleh kepala-kepala negara bagian dari Negara Bagian Borneo, Indonesia Timur, Negara Madura, Negara Banjar, dan lain sebagainya.

Selanjutnya, selama kurang lebih empat tahun enam bulan, pemerintahan RIS berjalan dengan hiruk-pikuk partai politik menata dan menjalankan pemerintahan dan mulai terjadi perubahan. Semangat perjuangan dan kesatuan bangsa menginginkan Indonesia satu kesatuan tidak tercerai-berai, maka negara kesatuan tumbuh kembali.

Perubahan bisa terjadi dengan semangat kemerdekaan serta kesatuan dan persatuan bangsa dari seorang tokoh partai politik yang mengajukan ”mosi integral” (terkenal dengan Mosi Integral Natsir) di sidang umum DPR RIS pada 3 April 1950. Dan semenjak itu, sistem dan bentuk pemerintahan kembali ke negara kesatuan.

Perubahan dari negara kesatuan ke negara serikat, dan kembali lagi ke negara kesatuan merupakan perubahan sistem dan struktur pemerintahan yang dahsyat yang kita alami di awal kemerdekaan. Selama sistem negara kesatuan, sejak mosi integral Natsir, banyak juga ditengarahi pendapat yang ingin mengulang atau paling sedikit mempergunakan sebagian istilah yang lazim dipergunakan oleh sistem negara federal.

Negara kesatuan mengembalikan kekuasaan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Melalui Dekrit Presiden 26 Juni 1959, Bung Karno kembali memegang kekuasaan presiden sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintahan. Sistem administrasi pemerintahan berubah, kabinet presiden mulai banyak diisi selain pejabat profesional juga orang-orang partai politik.

Orde pemerintah yang dipimpin Presiden Soekarno dikenal dengan sebutan atau istilah Kabinet Orde Lama sampai tahun 1966, setelah itu dilanjutkan oleh kekuasaan pemerintahan Orde Baru. Semenjak itu sistem pemerintahan selama 32 tahun dipimpin oleh Soeharto yang ciri pemerintahannya dikenal sangat sentralistrik.

*Sistem pemerintahan*

Di dalam struktur pemerintahan di negara kesatuan ataupun di negara federal, sistem sentralisasi ataupun desentralisasi bisa dijalankan. Di setiap struktur pun bisa saling bergantian dipergunakan. Di suatu bentuk negara kesatuan seperti yang berlaku semenjak negara kita kembali lagi ke negara kesatuan, sistem pelaksanaan penataan pemerintahan dilakukan secara sentralisasi terpimpin.

Kepemimpinan pemerintahan Presiden Soekarno dikenal dengan sebutan demokrasi terpimpin. Bung Karno mengendalikan pemerintahan negara terpimpin dan sentralistik, semua kegiatan politik termasuk aktivitas partai politik dikendalikan Bung Karno. Pelaksanaan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkendalikan walaupun ada beberapa ungkapan ketidakpuasan di beberapa daerah.

Setelah pemerintahan Bung Karno selesai, sistem pemerintahan Orde Baru tidak jauh berbeda dengan sistem pemerintahan Orde Lama yang sentralistis. Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah mulai tertata dengan dikeluarkan UU Nomor 8 Tahun 1974. Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah propinsi yang dipimpin oleh kepala daerah tingkat satu gubernur dan pemerintah kabupaten yang dipimpin oleh kepala daerah tingkat dua bupati/walikota berjalan dengan menggunakan cara-cara yang sentralistik.

Dua istilah yang kelihatannya sering kali dipergunakan, tetapi tidak atau kurang disadari, yaitu desentralisasi dan otonomi, ternyata dari istilah yang dipergunakan dalam dua macam sistem pemerintahan.

Istilah desentralisasi dipergunakan dalam pemerintahan negara kesatuan untuk memberikan atau melimpahkan sebagian kekuasaan yang ada di pusat pemerintah (pemerintah pusat) kepada pemerintah daerah (Encyclopedia Americana 1955, hlm 129-130). Desentralisasi dipergunakan untuk memberikan pelimpahan sebagian dari beberapa kewenangan sesuai kemurahan kewenangan pemerintah pusat (by the central pleasure of central government).

Sementara istilah otonomi dipergunakan dalam sistem pemerintah federal, ketika setiap negara bagian melimpahkan sebagian wewenangnya ke sistem pemerintah yang baru dibentuk, yakni pemerintah federal. Otonomi dipergunakan untuk memberikan wewenang penuh kepada federal untuk mengatasi semua kekuasaan pemerintah bagian yang tidak mampu mereka lakukan sendiri (Encyclopedia Americana, 1955).

Dengan demikian, desentralisasi proses memberikan sebagian wewenang pemerintah pusat ke pemerintah daerah by the pleasure of central government, sesuai UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pemerintah Daerah. Adapun otonomi yang seharusnya banyak dipergunakan di bentuk dan sistem pemerintah federal, tetapi di era reformasi tahun 1999 disadari atau tidak disadari dipergunakan oleh undang-undang pemerintahan daerah (UU No 22/1999 dan UU No 32/1999).

Menurut pengamatan dan penelitian saya, pemerintah reformasi tahun 1999 banyak mengubah kebijakan pemerintah. Banyak undang-undang baru diterbitkan (UU No 2/1999 tentang Partai Politik, UU No 3/1999 tentang Pemilu, dan UU No 4/1999 tentang DPRD). Asas pemerintah sentralisasi di zaman Presiden Soeharto diubah menjadi asas kebijakan desentralisasi dengan memberikan otonomi kepada pemerintah daerah.

Struktur pemerintah diubah, pemerintah provinsi dinyatakan merupakan wakil pemerintah pusat di daerah, sedangkan pemerintah kabupaten dan kota dipilih dari wakil partai politik dari daerah yang bersangkutan. Sehingga, pernah terjadi seorang bupati diundang rapat gubernur tidak bisa datang karena merasa gubernur bukan atasan bupati.

Undang-Undang Pemerintah Daerah Tahun 1999 menggunakan istilah otonomi, UU Otonomi, karena untuk memberikan kebebasan pemerintah daerah menjalankan pemerintah meningkatkan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat daerah. Memberikan pemerintah daerah kebebasan menjalankan aktivitas menyejahterakan rakyat bukankah ini sama artinya memberikan otonomi untuk menjalankan gerakan centrifugal dari sentuhan kewenangan pemerintah pusat?

Dua istilah, desentralisasi dan otonomi, selama ini dipergunakan silih berganti, tetapi menumbuhkan pemikiran yang berbeda dalam istilah dua sistem pemerintahan yang tidak sama. Inilah kekhawatiran yang selama ini muncul dari pemikiran tokoh-tokoh untuk menumbuhkan sistem federal. Jangan-jangan penggunaan istilah otonomi dalam pemberdayaan pemerintah daerah sebagai langkah awal menuju sistem federal? Lebih-lebih saat ini dengan perkembangan sistem digital dalam politik, pengaruh sistem pemerintahan bisa tumbuh dan berkembang mempengaruhi pemikiran generasi milenial, baik di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.

*Undang-Undang IKN*

Dengan disahkannya Rancangan UU Ibu Kota Negara (IKN) menjadi UU No 3/2022, mungkinkah banyak perubahan yang lazim terjadi dalam perkembangan kebijakan pemerintah. Selama ini, tidak ada undang-undang sebagai landasan berdirinya ibu kota negara. Jakarta otomatis sebagai IKN karena di sana tempat presiden dan wakil presiden yang juga proklamator kemerdekaan berada. Selain itu, tempat lembaga kekuasaan negara seperti presiden, DPR, MPR, Mahkamah Agung bersama para menteri yang dipimpin presiden berada. Ditambah lagi tempat lembaga perwakilan negara asing yang menjalin hubungan dengan negara kita berkantor.

Lalu, kedudukan Jakarta sebagai lembaga pemerintah disebut sebagai Daerah Khusus Ibu Kota (DKI), yang dipimpin gubernur sebagai kepada daerah provinsi. Maka dengan UU No 3/2022 ini, ibu kota di Jakarta akan pindah ke wilayah Kalimantan Timur.

Ibu kota negara menurut undang-undang disebut Ibu Kota Nusantara sebagai aparat pemerintah daerah yang bersifat dan diberi status khusus. Pemahaman aparat pemerintah daerah bersifat khusus ini merupakan istilah yang memerlukan kejelasan. Aparat pemerintah yang khusus ini bisa diartikan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dikeluarkan tidak lepas dari peranan lembaga pemerintah daerah seperti DPRD, tetapi tidak salah kalau peranan kebijakan pemerintah pusat terlibat dan berperanan dalam mengartikan khusus tersebut. Seperti Jakarta sebagai IKN kedudukannya sebagai aparat pemerintah daerah dengan status sebagai propinsi yang dipimpin oleh gubernur, menetapkan APBD bersama DPRD.

Kedudukan gubernur sebagai kepala daerah provinsi di IKN, maka gubernur ibu kota juga akan memimpin aparat pemerintah daerah sebagai pejabat holding company dengan kepala-kepala daerah di daerah khusus tersebut. Istilah ini muncul dalam rangka mengajukan beberapa model pemerintahan dalam rangka menyambut UU IKN. Kalau istilah itu dipergunakan untuk memberi arti khusus ibu kota, holding company itu istilah yang dipergunakan dalam manajemen perusahaan.

Istilah tersebut dahulu dipergunakan untuk mengintervensi kinerja organisasi perusahaan dalam memperkaya dan memperbaiki kinerja administrasi negara. Masa intervensi itu sudah lewat dan administrasi negara tetap menjalankan kinerjanya dengan mengutamakan asas kekuasaan (power) daripada pelayanan (servicement) kepada masyarakat seperti yang diintervensi organisasi perusahaan.

Pendapat tentang IKN khusus yang dipimpin gubernur dengan aparat daerahnya perlu ditata dengan baik. Apakah lembaga khusus itu melibatkan campur tangan peranan kekuasaan pemerintah pusat juga perlu dipertegas. Apakah bentuk holding company seperti yang disinggung di depan perlu dijadikan pertimbangan menjalin hubungan tata pemerintahan IKN bentuk khusus. Kedudukan gubernur sebagai pimpinan lembaga pemerintah daerah khusus, sebagai aparat pemerintah daerah dengan aparat daerah melakukan penataan hubungannya dengan struktur. Barangkali hal-hal itu bisa dipertimbangkan dalam membuat kebijakan dalam memperkuat posisi khusus pada IKN baru.

Status IKN baru dalam UU IKN jelas akan mengalami bentuk baru, yakni ibu kota yang barangkali akan merupakan kota tidak seramai kota-kota di Pulau Jawa. Kota yang ditempati oleh pejabat-pejabat negara yang jauh dari keperluan-keperluan rakyat. Urusan rakyat yang ingin diselesaikan melalui keputusan pejabat barangkali tidak semudah rakyat menyelesaikannya kalau ibu kotanya di Pulai Jawa. Fasilitas ibu kota khusus yang berada di Kalimantan Timur perlu dipikirkan mengenai bagaimana urusan rakyat itu bisa mudah dilakukan.

 

Oleh:

MIFTAH THOHA

Guru Besar Ilmu Administrasi Publik UGM

KOMPAS, 10 Maret 2022

 

Sumber : https://www.kompas.id/baca/artikel-opini/2022/03/08/perubahan-dalam-sistem-dan-struktur-pemerintahan

You may also like...