Pimpinan atau Atasan, Berhentilah Mengeluh !

Negara Republik Indonesia ataupun Pemerintahan Daerah tidak membutuhkan Pemimpin yang cerdas. Tetapi yang dibutuhkan adalah pemimpin yang kreatif, bijaksana, jujur dan amanah. Pemimpin cerdas adalah staf ahli sesuai bidang tugasnya, selalu berpikir objektif untuk memberikan masukan kepada pimpinan daerah agar pembangunan bermanfaat ganda (baca: nilai tambah) kepada masyarakat. Sedangkan anggota DPR (DPRD) sebagai wakil rakyat mesti lebih cerdas dari pada pimpinan daerah agar semua program pembangunan dapat terlaksana dengan tepat. Program pembangunan yang dimaksud adalah anggaran, kualitas, dan kuantitas sesuai kebutuhan rakyat dalam mencapai kesejahteraan masyarakat adil dan makmur.

Pimpinan adalah atasan yang memiliki bawahan. Mulai dari pucuk pimpinan (Top Manajer) sampai pada pimpinan paling rendah (Low manager). Pekerjaan utama pimpinan atau eksekutif yakni pimpinan yang lihai mengambil keputusan dalam waktu singkat. Setiap keputusan harus terukur antara hasil dengan risiko, karena eksekutif itu harus berorientasi target (Targeting Oriented). Setiap target harus jelas dan terukur hasilnya (Benefit Cost Ratio).

Kekuatan eksekutif sangat ditentukan oleh keikhlasan bekerja, jujur, intelektual, panutan, dan profesional. Sedangkan seorang eksekutif dikatakan profesional harus menetapkan “standar” hasil yang akan dicapai dalam satu periode tertentu. Dan pada akhir periode kepemimpinan, maka standar hasil tersebut dievaluasi dengan kenyataan yang dicapai. Jika hasilnya sama dengan standar hasil yang ditetapkan sebelumnya, maka dapat dikatakan eksekutif tersebut telah bersikap profesional.

Pimpinan atau eksekutif harus memiliki kekuatan atau energi (power) untuk mencapai hasil standar. Kekuatan eksekutif  didukung oleh program kerja secara periodik, pembagian tugas secara proporsional kepada karyawan (baca: pegawai) atau bawahan yang memiliki kompetensi dan keahlian (Skill) serta ditunjang oleh peralatan  memadai.

Tidaklah salah jika kita berkaca yang terjadi pada lingkungan eksekutif perusahaan swasta. Dimana perusahaan swasta diperhadapkan dengan target yang ditetapkan oleh pemilik (pemegang saham) yang harus dicapai. Jika target tersebut tidak tercapai, maka kompensasi dalam bentuk gaji dan berbagai tunjangan harus dikurangi secara proporsional sesuai hasil yang dicapai. Inilah salah satu unsur yang dapat memotivasi seorang eksekutif dalam perusahan swasta untuk meningkatkan kinerjanya.

Berbanding terbalik dengan eksekutif pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), belum menerapkan sanksi terhadap kompensasi. Jika mencapai hasil sesuai target, tetap kompensasi dibayar penuh, bahkan dinaikan gajinya sebagai motivasi untuk mempertahankan hasil.
Padahal kenyataannya, para eksekutif BUMN dan BUMD masih ada yang bekerja santai dengan gaji besar. Tunjangan mantap dan fasilitas lengkap, dan hidup yang serba mewah. Semua kebutuhan eksekutif sudah terpenuhi, tetapi masih banyak yang mengeluh. Keluhan para eksekutif yang sering didengar yaitu adanya campur tangan berlebihan dari pemerintah. Adanya kebijakan yang membatasi ruang gerak. Adanya kepentingan politik penguasa, sehingga BUMN dan BUMD mampu memberikan konstribusi optimal kepada daerah dan masyarakat.

Berhentilah Mengeluh !
Berhentilah mengeluh ! fokuslah pada “target hasil” dengan sepenuh hati. Tidak ada pikiran lain kecuali bekerja dan prestasi. Jika eksekutif tetap mengeluh setiap menghadapi masalah, maka lebih baik berhenti menjadi pemimpin atau atasan. Dengan berjiwa besar, mengundurkan diri karena masih banyak orang yang mampu bekerja dengan prestasi gemilang tanpa mengeluh. Hal itu menunjukan kepemimpinan benar-benar profesional.

Jika pilihan sudah dijatuhkan menjadi eksekutif, maka kejarlah target sebagai ukuran prestasi dengan mengutamakan pelayanan. Jika eksekutif/ Kepala Dinas selalu meminta petunjuk kepada atasannya. Orang semacam ini tidak pantas menduduki jabatan.
Pimpinan itu harus kreatif dan inovatif, kemudian hasil program kerja dibagi habis kepada bawahan dan mengontrol setiap hari untuk dikonsultasikan kepada pimpinan lebih tinggi.

Management By Objective

Dengan Management By Objective yaitu Top Manajer berpikir Strategik, komprehenshif dan objektif. Dan ditunjang oleh bawahanyang  berpikir spesifik. Management By Objective sangat tepat diterapkan pada setiap perusahaan agar memiliki skill atau keahlian khusus sesuai bidang kerjanya. Manajer hanya berpikir global, sedang bawahan harus mampu menyelesaikan pekerjaan dengan benar. Tugas pokok Manajer yaitu menyusun rencana umum, kemudian membagi habis rencana kerja tersebut kepada karyawan sesuai perintah, lalu manajer mengontrol hasil pekerjaan masing-masing divisi untuk mengukur kinerja kelompok dalam perusahaan.
Pembagian tugas yang jelas kepada bawahan adalah sangat penting sebagai faktor utama dalam mencapai tujuan perusahaan. Top manajer tidak perlu ahli pada setiap pekerjaan secara khusus, tetapi cukup memahami manfaat dan hasilnya. Sedang bawahan harus memiliki keahlian sesuai kebutuhan pekerjaan.

Perlu ditegaskan kembali bahwa profesionalisme adalah mampu menggerakkan semua faktor produksi dalam perusahaan dan menghasilkan produk yang standar, sehingga dapat memberikan keputusan kepada konsumen/ pelanggan Profesionalisme Top manajer yang belum profesional. Konsekuensinya di sini bagi Top Manajer adalah fasilitas dan tunjangan dikurangi, bahkan didesak untuk mundur.

Profesionalisme bawahan harus dipacu agar hasil kerjanya optimal. Jika hasil kerjanya mencapai standar yang ditetapkan, maka dia disebut profesional, dan sebaliknya tidak profesional apabila tidak mampu mecapai target hasil yang diharapkan (baca: semua terukur).
Akhirnya, mari kita tengok Direksi Bank BUMN tidak kalah dengan Direksi Bank Swasta. Sekalipun Direksi Bank BUMN terjepit dengan peraturan internal, Peraturan Pemerintah, Peraturan Bank Sentral dan peraturan birokrasi lainnya. BUMN sebagai tempat mengukir prestasi dan mengharumkan nama bagi eksekutif yang berhasil mencapai target hasil optimal yaitu profit dan pelayanan prima yang mampu memberikan kepuasan kepada pelanggan dan memberikan kontribusi Pendapatan Asli Daerah.

Rusmulyadi SH.MH

Dosen Ilmu Hukum Universitas Ichsan Gorontalo

You may also like...