Saksi Pidana dalam Undang-Undang Pemilu

Tindak pidana pemilu di Indonesia dalam perkembangannya mengalami banyak perubahan baik berupa peningkatan jenis tindak pidana sampai perbedaan tentang penambahan sanksi pidana. Hal ini disebabkan karena semakin hari tindak pidana pemilu semakin menjadi perhatian yang semakin serius karena ukuran keberhasilan Negara demokratis dilihat dari kesuksesannya menyelenggarkan pemilu. Pemerintah kemudian memperketat aturan hukum tentang pemilu dengan semakin memperberat sanksi pidana untuk pelaku tindak pidana pemilu.

Perubahan tersebut dapat dilihat dari perbedaan tentang penentuan jenis tindak pidana pemilu yang diatur dalam UU No.12 Tahun 2003 dengan UU No.10 Tahun 2008 tentang pemilu hasil amandemen. Sementara politik hukum untuk lebih mencegah tindak pidana pemilu juga tampak dari penambahan sanksi pidananya. Hal itu tampak jelas dari beberapa jenis tindak pidana pemilu sebagai berikut:

  1. Memberi keterangan tidak benar, dalam UU No.12 Tahun 2003 hanya diancam pidana paling lama 3 bulan penjara dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000, meningkat menjadi penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp.12.000.000 didalam UU No. 10 Tahun 2008.
  2. Menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dalam UU No 12 tahun 2003 hanya diancam dengan pidana penjara paling lama 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.000, meningkat menjadi penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp. 12.000.000 didalam UU No.10 Tahun 2008.
  3. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalangi orang memilih, dalam UU No.12 Tahun 2003 hanya diancam dengan pidana paling lama 1 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 10.000.000, meningkat menjadi penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp. 24.000.000 didalam UU No. 10 Tahun 2008.
  4. Menggagalkan pemungutan suara, dalam UU No.12 Tahun 2003 hanya diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau denda paling banyak Rp.10.000.000, meningkat menjadi penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp. 60.000.000, didalam UU No.10 Tahun 2008.
  5. Melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seseorang pemilih menjadi tidak berharga atau menyebabkan peserta pemilu  tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suaranya berkurang, dalam UU No. 12 tahun 2003 hanya diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 10.000.000, meningkat, menjadi pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000 didalam UU No.10 tahun 2008.

Dengan demikian dari segi politik hukum terlihat kecenderungan peningkatan cakupan dan peningkatan ancaman sanksi pidana dari UU No.12 tahun 2003 menjadi UU No.10 tahun 2008 hasil amandemen. Para pembuat undang-undang telah melihat adanya sejumlah perbuatan yang berkaitan dengan pemilihan umum yang berbahaya bagi pencapaian tujuan pemilihan sehingga harus dilarang dan diancam dengan pidana. UU No.10 tahun 2008 telah terjadi peningkatan baik dari segi kuantitas terjadinya tindak pidana pemilu sampai peningkatan ancaman pidananya.

 

Jupri, S.H

Lahir di Jeneponto (Sulsel) dari keluarga sederhana. sementara aktif mengajar di Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo. selain memberi kuliah untuk mahasiswa fakultas hukum juga aktif menulis di www.negarahukum.com dan koran lokal seperti Fajar Pos (Makassar, Sulsel), Gorontalo Post dan Manado Post..Motto Manusia bisa mati, tetapi pemikiran akan selalu hidup..

You may also like...