Selamat Ulang Tahun Ikatan Notaris Indonesia

Advokat Kaisar

Pagi-pagi saya mendapat informasi dari seorang notaris yang sangat dekat dengan saya, bahwa hari ini tanggal 1 Juli adalah hari Ulang Tahun IKATAN NOTARIS INDONESIA (INI). Dalam hati kecil saya, saya ingin membuat status di Facebook untuk memberikan ucapan selamat kepada Ikatan Notaris Indonesia. Banyak sahabatku di organisasi Ikatan Notaris Indonesia. Lalu saya buru-buru menyelesaikan tugas-tugas kantor, dan sepulangnya dari kantor, saya mencoba menulis tulisan ini dan mengucapkan selamat semoga Ikatan Notaris Indonesia tetap jaya dan sukses selalu mengorganisir dan membina anggotanya dalam mengemban tugas profesi.

Dihari lahirnya organisasi Ikatan Notaris Indonesia, saya ingin menulis tulisan singkat tentang RAHASIA JABATAN NOTARIS.

Sejak lahirnya Undang-Undang No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, sampai lahirnya Undang-Undang No.2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Para Notaris seringkali mendapat kritikan, bahkan Undang undang yang mengatur tentang jabatan Notaris telah beberapa kali digugat ke Mahkamah Konstitusi, khususnya menyangkut mekanisme yang harus dilalui dalam hal memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan adanya tindak pidana yang adakaitannya dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris, atau untuk meminta foto copy minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris.

Ada yang mengatakan Notaris adalah warga negara istimewa, ada pula yang mengatakan Notaris kebal hukum bahkan ada yang mengatakan bahwa Notaris melanggar asas equality before the law atau equal justice under law, alasan mereka karena apabila Notaris akan dipanggil menjadi saksi atau diperiksa dalam proses peradilan sekaitan dengan akta yang dibuatnya, maka terlebih dahulu HARUS MENDAPAT PERSETUJUAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH (WAKTU SEBELUM LAHIRNYA PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Kemudian dengan lahirnya Undang-Undang No.2 Tahun 2014, HARUS MENDAPAT PERSETUJUAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS UNTUK MELIBATKAN NOTARIS DALAM PROSES PERADILAN.

Dalam Pasal 1 butir 1 Undang- Undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris mengatakan NOTARIS ADALAH PEJABAT UMUM YANG BERWENANG UNTUK MEMBUAT AKTA AUTENTIK DAN MEMILIKI KEWENANGAN LAINNYA SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM UNDANG INI ATAU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG LAINNYA.

Dalam menjalankan profesinya TERDAPAT KEWAJIBAN dan LARANGAN yang harus ditaati oleh seorang Notaris sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No.2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang No.30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Salah satu diantaranya adalah KEWAJIBAN RAHASIA JABATAN NOTARIS.

SEORANG NOTARIS WAJIB MERAHASIAKAN SEGALA SESUATU MENGENAI AKTA YANG DIBUATNYA DAN SEGALA KETERANGAN YANG DIPEROLEH GUNA PEMBUATAN AKTA SESUAI DENGAN SUMPAH/JANJI JABATAN, KECUALI UNDANG-UNDANG MENENTUKAN LAIN. Hal ini diatur dalam Pasal 16 UU No.2 tahun 2014 tantang Perubahan Undang-Undang No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Lalu kemudian apa yang dimaksud dengan RAHASIA JABATAN ?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kata “RAHASIA” mengadung arti sesuatu yang sengaja disembunyikan supaya tidak diketahui orang lain, sesuatu yang belum dapat atau sukar diketahui dan dipahami orang, sesuatu yang tersembunyi, sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang agar tidak diceritakan kepada orang lain yang tidak berwenang mengetahuinya atau secara diam (sembunyi-sembunyi); tidak secara terang-terangan.

R. SUGANDHI, dalam menguraikan unsur Pasal 322 KUHP (Tindak pidana membuka rahasia jabatan), memberikan pengertian “RAHASIA” sesuatu yang hanya boleh diketahui oleh orang yang berkepentingan.

Sedangkan kata JABATAN secara etimologi, kata jabatan berasal dari kata dasar “jabat” yang ditambah imbuhan –an, yang berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai“pekerjaan (tugas) dalam pemerintahan atau organisasi yang berkenaan dengan pangkat dan kedudukan”

Pengertian rahasia jabatan dapat kita lihat dalam Pasal 6 ayat (3) huruf d UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik disebutkan bahwa yang dimaksud dengan RAHASIA JABATAN adalah RAHASIA YANG MENYANGKUT TUGAS DALAM SUATU JABATAN BADAN PUBLIK ATAS TUGAS LAINNYA YANG DITETAPKAN BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.

Pasal 16 UU. No. 2 Tahun 2014 mewajibkan NOTARIS MERAHASIAKAN SEGALA SESUATU MENGENAI AKTA YANG DIBUATNYA DAN SEGALA KETERANGAN YANG DIPEROLEH GUNA PEMBUATAN AKTA SESUAI DENGAN SUMPAH/JANJI JABATAN, KECUALI UNDANG-UNDANG MENENTUKAN LAIN. Demikian pula dalam sumpah jabatan Notaris menyatakan bahwa SAYA AKAN MERAHASIAKAN ISI AKTA DAN KETERANGAN YANG DIPEROLEH DALAM PELAKSANAAN JABATAN SAYA. Dan dalam kode etik Notaris juga dipertegas bahwa seorang Notaris tidak boleh melanggar perbuatan-perbuatan yang selain telah ditentukan dalam Undang-Undang juga dalam kode etiknya.

Dalam Pasal 54 ayat (1) UU No.2 Tahun 2014, mengatur bahwa NOTARIS HANYA DAPAT MEMBERIKAN, MEMPERLIHATKAN, ATAU MEMBERITAHUKAN ISI AKTA, GROSSE AKTA, SALINAN AKTA ATAU KUTIPAN AKTA, KEPADA ORANG YANG BERKEPENTINGAN LANGSUNG PADA AKTA, AHLI WARIS, ATAU ORANG YANG MEMPEROLEH HAK, KECUALI DITENTUKAN LAIN OLEH PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.

Pekerjaan Notaris adalah memberikan jasa yang harus dilandasi dengan KEPERCAYAAN dari masyarakat pengguna jasa notaris. Akta yang dibuatnya BERSIFAT RAHASIA sehingga tidak dapat dibeberkan kepada siapapun yang bukan orang yang berkepentingan langsung pada akta, ahli waris atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.

Menurut Pasal 66 UU No.2 Tahun Tahun 2014 Tentang Perubahan UU No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, bahwa:
1. Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim DENGAN PERSETUJUAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS berwenang:
Mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
2. Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan.
3. Majelis Kehormatan Notaris dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan.
4. Dalam hal Majelis Kehormatan Notaris tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Majelis Kehormatan Notaris dianggap menerima permintaan persetujuan.

Kehadiran Majelis Kehormatan Notaris (dalam UU No.2 Tahun 2014) berperan dalam melakukan PEMBINAAN NOTARIS, KHUSUSNYA DALAM MENGAWAL PELAKSANAAN KEWAJIBAN NOTARIS, YANG DI ANTARANYA MERAHASIAKAN SEGALA SESUATU MENGENAI AKTA YANG DIBUATNYA DAN SEGALA KETERANGAN YANG DIPEROLEH GUNA PEMBUATAN AKTA SESUAI DENGAN SUMPAH/JANJI JABATAN.

Dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor No. 22/PUU-XVII/2019 dan 16/PUU-XVIII/2020 dinyatakan bahwa Adanya persetujuan Majelis Kehormatan Notaris TIDAK BERTUJUAN UNTUK MEMPERSULIT PROSES PENYIDIKAN ATAU KEPERLUAN PEMERIKSAAN TERHADAP NOTARIS. Sebab, telah diantisipasi adanya Pasal 66 ayat (3) UU No.2 Tahun 2014 yang menyatakan Majelis Kehormatan Notaris dalam waktu paling lama 30 hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuan wajib memberi jawaban menerima atau menolak, bahkan dipertegas dalam Pasal 66 ayat (4) UU Jabatan Notaris yang menyatakan dalam hal Majelis Kehormatan Notaris tidak memberi jawaban setelah melewati jangka waktu itu, Majelis Kehormatan Notaris dianggap menerima permintaan persetujuan,”
PASAL 66 AYAT (4) UU JABATAN NOTARIS MERUPAKAN PENEGASAN BAHWA ”MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS TIDAK DAPAT MENGHALANGI KEWENANGAN PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, ATAU HAKIM DALAM MELAKUKAN KEWENANGAN UNTUK KEPENTINGAN PROSES PERADILAN SESUAI PASAL 66 AYAT (1) UU JABATAN NOTARIS”. Terlebih, pasal tersebut dimaksudkan untuk memberi PERLINDUNGAN KEPADA NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM MELAKSANAKAN TUGASNYA, KHUSUSNYA MELINDUNGI KEBERADAAN MINUTA SEBAGAI DOKUMEN NEGARA YANG BERSIFAT RAHASIA.

Dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. 7 Tahun 2016 Majelis Kehormatan Notaris mempunyai fungsi melakukan PEMBINAAN DALAM RANGKA MENJAGA MARTABAT DAN KEHORMATAN NOTARIS DALAM MENJALANKAN PROFESI JABATANNYA; dan MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA NOTARIS “TERKAIT DENGAN KEWAJIBAN NOTARIS UNTUK MERAHASIAKAN ISI AKTA”.

Jadi kalimat yang mengatakan “PERLINDUNGAN KEPADA NOTARIS” SELALU DIKAITKAN DENGAN KEWAJIBAN NOTARIS UNTUK MERAHASIAKAN ISI AKTA ATAU MINUTA SEBAGAI DOKUMEN NEGARA. Kalimat ini merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Seandainya seorang pejabat notaris terlibat dalam suatu peristiwa pidana yang tidak ada kaitannya dengan jabatannya, maka pemeriksaannya TIDAK MEMBUTUHKAN PERSETUJUAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS. Ini berarti bahwa “PADA HAKIKATNYA” YANG DILINDUNGI ADALAH KERAHASIAAN JABATAN NOTARIS ATAU KERAHASIAAN PEKERJAAN NOTARIS.

Sangatlah wajar jika kerahasiaan Jabatan Notaris dilindungi, karena bisa dibayangkan betapa kacaunya pekerjaan notaris jika setiap saat penyidik dapat “mengobok-obok” kantor Notaris dengan alasan dugaan tindak pidana, memeriksa Akta, Grosse Akta, Salinan Akta atau Kutipan Akta, yang telah dibuat oleh Notaris.
Sekali lagi, pekerjaan Notaris adalah pekerjaan jasa yang dilandasi kepercayaan, sehingga apa yang dipercayakan kepadanya wajib untuk dirahasiakan.

Tidak tepat juga bila dikatakan Notaris itu melanggar asas equal justice under law atau equality before the law, Seorang Notaris tetap tunduk pada aturan yang ada, cuma khusus menyangkut kerahasiaan pekerjaannya, terdapat mekanisme yang harus dilalui.

Dalam kaitannya dengan menjadi saksi, seorang Notaris dapat meminta untuk dibebaskan menjadi saksi karena jabatannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 170 ayat (1) KUHAP yang mengatur bahwa:
“MEREKA YANG KARENA PEKERJAAN, HARKAT, MARTABAT, ATAU JUGA JABATANNYA DIWAJIBKAN UNTUK MENYIMPAN RAHASIA, “DAPAT” DIMINTA DIBEBASKAN DARI PENGGUNAAN HAK UNTUK MEMBERIKAN JETERANGAN SEBAGAI SAKSI, YAITU TENTANG HAL YANG DIPERCAYAKAN KEPADANYA”

Demikian pula dalam hukum perdata, seorang Notaris dapat meminta untuk dibebaskan menjadi saksi karena jabatannya sebagaimana diatur dalam Pasal 1909 KUHPerdata sebagai berikut:
Semua orang yang cakap untuk menjadi saksi, wajib memberikan kesaksian di muka Hakim. Namun dapatlah meminta dibebaskan dari kewajiban memberikan kesaksian;
Siapa saja yang mempunyai pertalian keluarga sedarah dalam garis ke samping derajat kedua atau keluarga semenda dengan salah satu pihak:
Siapa saja yang mempunyai pertalian darah dalam garis lurus tak terbatas dan dalam garis ke samping dalam derajat kedua dengan suami atau isteri salah satu pihak;
SIAPA SAJA KARENA KEDUDUKANNYA, PEKERJAANNYA ATAU JABATANNYA DIWAJIBKAN UNDANG-UNDANG UNTUK MERAHASIAKAN SESUATU, NAMUN HANYA MENGENAI HAL-HAL YANG DIPERCAYAKAN KEPADANYA KARENA KEDUDUKAN, PEKERJAAN DAN JABATANNYA ITU.

Baik dalam Pasal 170 KUHAP maupun dalam Pasal 1909 KUHPerdata, menggunakan kata “Dapat meminta dibebaskan” untuk menjadi saksi karena terkait dengan rahasia jabatan. Namun menurut hemat saya, jika seorag Notaris telah mendapat persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris untuk menjadi saksi dalam suatu perkara sehubungan dengan Jabatannya, maka sebaiknya bersaksi saja, demi tegaknya hukum dan keadilan. Membuka rahasia jabatan yang telah sesuai dengan prosedur (telah mendapat persetujuan Majelis Kehormatan) merupakan alasan pembenar yang menghilangkan sifat melawan hukumnya perbuatan. Dengan demikian tidak dapat dituntut baik secara hukum pidana, hukum perdata, maupun hukum administrasi, dan secara etik.

Semoga tulisan singkat ini bermanfaat.
#Jayalah INI#

You may also like...