Wajah Senat Tergilas Cipta Kerja

Sumber Gambar: jpnn.com

“Revisi UU PPP mengabaikan usul DPD. Kejar tayang demi UU Cipta Kerja.”

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menyayangkan pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Revisi UU PPP), yang dinilai tak mengakomodasi usul para senator. Mereka menilai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hanya mengutamakan nasib Undang-Undang Cipta Kerja. “Mereka hanya fokus melakukan revisi untuk memenuhi putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan    cacat formal,” kata anggota DPD, Eni Sumarni, kepada Tempo.

Eni mengatakan, sebagai salah satu perwakilan DPD dalam rapat dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR, ia telah mengusulkan adanya sejumlah perubahan dalam revisi UU PPP yang menyangkut kewenangan DPD di bidang legislasi. Kewenangan ini, menurut dia, sebenarnya juga diamanatkan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan bernomor 92/PUU-X/2012 dan 79/PUU-XII/2014.

Kedua putusan MK itu pada intinya menegaskan bahwa DPD berkedudukan setara dengan DPR dan presiden dalam proses pembentukan undang-undang. Karena itu, DPD semestinya dilibatkan dari proses perencanaan legislasi, meski tak bisa mengambil keputusan. Namun hingga saat ini, kata Eni, kewenangan itu tak dimiliki DPD. “Keinginan DPD ini sudah disampaikan di Baleg, tapi tidak direspons,” kata Eni, yang juga Wakil Ketua Panitia Khusus Cipta Kerja di DPD.

Revisi UU PPP memang sarat pasal tentang    . Gara-gara tak ada aturan metode  dalam undang-undang

Toh, kendati kepentingan tak diakomodasi, DPD akhirnya tetap menyepakati keputusan DPR untuk mengesahkan revisi UU PPP. Sikap resmi DPD ini disampaikan dalam rapat pengambilan keputusan di Badan Legislasi pada 13 April lalu.

Ketua Badan Legislasi DPR, Supratman Andi Agtas, mengatakan langkah untuk tidak mengakomodasi kepentingan DPD itu merupakan keputusan semua fraksi di DPR, kecuali Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tak menyetujui pengesahan revisi UU PPP. Menurut Supratman, selama ini Baleg juga sudah memberi ruang lebih kepada DPD, termasuk saat memberikan kewenangan untuk meninjau undang-undang. “Tapi kalau mau minta lebih, ya, DPD bergerilya, dong, ke fraksi-fraksi. Masak, itu tugasnya kami? Ini kan arena politik. Politik itu seninya berkomunikasi,” ujarnya. “Kalau Anda cuma diam-diam, masak berharap suatu yang banyak.”

Kepala Badan Keahlian DPR Inosentius Samsul mengatakan pembuatan draf awal revisi UU PPP berpatokan pada putusan MK, yang membatasi waktu perbaikan UU Cipta Kerja hanya dalam dua tahun. “Revisi UU PPP ini kan baru prasyarat, ini dasarnya saja. Sasaran kami kan sebenarnya di UU Cipta Kerja. Semakin lama revisi (UU PPP), semakin lama kami memulai (membahas ulang) UU Cipta Kerja,” kata dia.

Menurut Inosentius, revisi kali ini masih bisa disempurnakan lagi. Namun, karena keterbatasan waktu, kata dia, Badan Keahlian hanya memasukkan sejumlah pasal dalam revisi UU PPP yang dianggap krusial, seperti metode omnibus law, penambahan aspek teknologi dalam pembahasan perundang-undangan, aspek partisipasi bermakna yang menjadi amanat MK, serta beberapa hal soal pemantauan dan evaluasi. “Kebutuhan kami paling tidak itu yang menjadi prioritas,” ujar Inosentius.

Koran Tempo, 26 MEI 2022

EGI ADYATAMA

Sumber: https://koran.tempo.co/read/nasional/474030/revisi-uu-ppp-abaikan-usul-dpd#aoh=

You may also like...