Willy Voll dan Pemikiran Bernasnya

Nama Willy Voll bagi saya bukan hal yang asing. Mau mengatakan pertama kali mendengar nama itu juga tidak. Tetapi hanya mengenal nama beliaupun dari dosen saya, namanya Prof Abdul Razak, yang kebetulan Prof Razak ternyata adalah murid Willy Voll. Sehingga prof Razak mengajar mata kuliah hukum administrasi Negara semenjak saya masih kuliah di Strata satu, namanya sangat populer selalu disebut-sebut. Sampai Prof Razak sering berguyon, siapa sebenarnya Willy Voll, dia dari kampung mana? mendengar namanya pertama kali waktu itu, saya kira beliau adalah orang Belanda, tetapi yang benar dia adalah orang yang berasal dari Bulukumba.

Hingga akhirnya saya menjadi tenaga pengajar di Unisan  Gorontalo (sekarang tidak lagi). Berbagai pendapat dan pemikiran Willy Voll saya ajarkan kepada Mahasiswa di sana waktu itu. Bahkan saya mengecam juga Mahasiswa saya, harus tahu semua apa saja sifat spesifik hukum administrasi Negara, bahwa hukum administrasi merupakan segenap hukum yang ada dan atau diadakan untuk merealisasikan kebijakan pemerintah untuk menjalankan tujuan dan fungsi Negara dalam kurun waktu dan tempat tertentu.

Meski saya belum pernah ketemu dengan orang yang bernama Willy Voll. Memang terbukti pemikiran Willy Voll harus kita mengatakan merupakan karya yang “amat” bernas. Dari beberapa dosen Unhas yang memiliki literature hingga saat ini.

Pembaca akan dituntut untuk membangun pemikiran keilmuan, filsafat, hingga asas hukum dimana posisinya. Dalam rangka membincangkan spesifikasi keilmuan hukum administrasi Negara.

Melalui dua karyanya yang diterbitkan oleh Sinar Grafika “dasar-dasar Ilmu Hukum administrasi Negara” dan “Negara hukum pengecualian” bagi fakultas Hukum khususnya universitas di bagian timur (baca: Makassar). Seorang pengajar HAN harus kembali menapak, ke bumi pemikiran Willy Voll. Karena dari buah karyanya itu. Kita jangan terlalu sok dengan konsep Negara hukum yang akhir-akhir ini telah sampai pada Negara hukum modern atau dengan kata lain puncak dari pemikiran Negara hukum telah berakhir pada konsep Negara hukum kesejahteraan.

Kita rupanya akhir-akhir ini telah dihipnotis dengan konsep Negara hukum eropa dan barat. Dimana Negara Negara tersebut mempopulerkan Negara hukum kesejahateraan padahal mereka, nyatanya sudah berada dalam keadaan Negara yang normal. Hanyalah dalam keadaan Normal konsep Negara hukum kesejahteraan dapat diterapkan.

Oleh karena itu tawaran Willy Voll Nampak dari bukunya yang berjudul Negara hukum pengecualian (rechsstaat in uitzonderingstorstand), bahwa perlu ada pengecualian pada pendispensasian berlakunya hukum asasi manusia. Sebagaimana kita tahu, kalau membuka ciri Negara hukum dari Immanuel Kant jelas ia mengemukakan “jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia sebagai salah satu cirri Negara hukum”.

Lebih jelasnya Willy Voll merinci pengecualian terhadap berlakunya sanksi hukuman asasi manusia diantaranya: (1) Pelanggaran terhadap materi hukum asasi “larangan” pembunuhan karena membela diri baik secara individual maupun secara kolektif; (2) Pelanggaran terhadap materi hukum “larangan” pembunuhan asasi yang dilakukan oleh sang pemenang perang dan/ atau revolusi; (3) Pelanggaran materi hukum asasi “larangan” pembunuhan karena kesalahan terbunuh sendiri; (4) Pelanggaran materi hukum asasi “larangan” pembunuhan karena pelaksana fungsi Negara atau penegakan ketertiban sesuai keadaan pada tempat tertentu dan waktu tertentu; (5) Pelanggaran materi hukum asasi “larangan” pembunuhan karena kebijakan pemerintah Negara berdasarkan pertimbangan  ketertiban dan untung rugi Negara atau bangsa pada tempat tertentu dan tempat irasional tertentu (perubahan nilai rakyat, abolisi, amnesti dan asas oportunitas); (6) Pelanggaran materi hukum asasi “larangan” pembunuhan karena kelalain terbunuh.

Sumber:keamanan-global.blogspot.com

Sumber:keamanan-global.blogspot.com

Poin saya dari keenaam pengecualian berjalannya perlindungan hak asasi manusia, hak untuk hidup itu. Patut menjadi catatan adalah pada point keempat dan kelima. Yaitu hak untuk hidup dikecualikan demi penegakan ketertiban, keamanan dan ketenteraman. Hal ini berpijak pada pemikiran fungsi ilmu Hukum adminstrasi Negara yang dikemukakan Willy Voll harus memiliki energy identitas Negara. Identitas Negara terletak pada term dalam UUD NRI 1945 kedaulatan adalah ditangan rakyat.

Dalam pada itu, Negara dapat kuat jika ditopang oleh ekonomi dan pertahanan yang kuat. Oleh karena itu bagi Willy Voll tidak pantas katanya kita menghakimi para pelaku dan pejabat Negara di era orde lama dan orde baru gara-gara perbuatan dan pelanggaran HAM mereka di masa itu, termasuk penghapusan KKN merupakan perbuatan percuma saja.

Untuk mengganti pemerintahan yang spoiled system menuju merrit system harus ditopang oleh kekayaan yang cukup untuk membiayai administrasi Negara. Kalau kita tidak pernah sadar untuk menata sistem pembiayaan kekuasaan administrasi ini ke depannya. Maka Negara hukum kesejahteraan yang selalu digembor-gemborkan hari ini tidak akan dapat terlaksana.

Diatas segalanya, Karya WillY Voll dalam hemat saya jika pembaca, para dosen, dan mahasiswa sadar setelah menelaah karya Willy Voll tersebut. Saatnya kita memperkuat dua elemen kekuatan penting dalam mempertahankan Negara ini. Yaitu ekonomi dan pertahanan keamanannya. Tak lupa juga untuk para pembaca agar memahami hak asasi manusia setelah membaca karya Willy Voll.

 Banyak pemikiran yang keliru hari ini, kebablasan mengatasnamakan HAM. Sehingga Fungsi TNI dan Polisi yang sedianya menjalankan fungsi pertahanan, ketertiban dan ketenteraman. Polisi dan TNI terlalu gampang diberi stempel melanggar HAM. Padahal, sejatinya tidak mungkinlah Negara hukum akan berjalan dengan normal kalau Negara itu belum tertib, aman dan tenteram. Inliah yang dimaksud oleh Willy Voll untuk konteks Negara Indonesia harus mengejawantahkan Negara hukum pengecualian sebelum menuju ke negara hukum yang sesungguhnya,***

 

Oleh: Damang Averroes Al-Khawarizmi

Peneliti Republik Institute & Co-owner negarahukum.com

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...